Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Dewi Suryana. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Dilihat dari aplikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Kamis (7/9/2017), Suryana terakhir melapor pada 13 Mei 2008. Saat itu Suryana menjabat hakim di Pengadilan Negeri Ketapang.
Kini Suryana tercatat sebagai hakim tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Bengkulu. Dari LHKPN itu, total hartanya sebesar Rp 21.567.011.
Dari laporan itu, dia tidak memiliki tanah atau rumah. Hartanya itu berupa motor Honda tahun 2001 senilai Rp 6 juta, usaha sejenis perkebunan senilai kurang-lebih Rp 15.350.000.
Selain itu, dia tercatat memiliki logam mulia dan tabungan dengan total nilai Rp 38.567.011. Namun dia memiliki utang Rp 17 juta.
Main Sendiri
KPK masih mendalami kasus suap perkara ini. Dugaan sementara KPK, hakim Dewi Suryana 'main' sendiri dalam kasus ini.
"Bisa saja di dalam satu tim itu bermain sendiri, di sini bermain sendiri. Tapi tidak menutup kemungkinan nanti bila di dalam pengembangan pemeriksaan oleh tim penyidik dan ada bukti-bukti yang baru ditemukan, akan (ada) tersangka-tersangka baru," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Kamis (7/9/2017).
Dalam OTT kali ini, KPK awalnya mengamankan 7 orang. Belakangan, satu orang dilepaskan. KPK mengatakan alasan melepaskan orang itu adalah, setelah melalui proses pemeriksaan, tidak terkait dengan kasus suap ini.
"Kenapa hakim juga dilepas, hasil pemeriksaan tidak ada komunikasi yang menghubungkan. Setelah diperiksa, yang bersangkutan juga tidak mengerti sama sekali tentang, ya, tentang alur dana ini bisa sampai ke hakim yang bernama DSU," tutur Basaria.
KPK menetapkan dua tersangka selain Dewi dalam OTT kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di PN Tipikor Bengkulu, yaitu panitera pengganti PN Bengkulu Hendra Kurniawan dan seorang PNS Syuhadatul Islamy. Saat OTT, KPK mengamankan uang senilai Rp 115 juta. Dewi dan Hendra disangka sebagai penerima suap, sedangkan Syuhadatul sebagai pemberi suap.
Basaria menjelaskan uang sebesar Rp 75 juta ditemukan di rumah DHN selaku pensiunan panitera pengganti. Diduga Rp 75 juta tersebut merupakan bagian dari commitment fee Rp 125 juta untuk mempengaruhi putusan.
"Sisa Rp 75 juta dari 125 juta yang diduga merupakan bagian dari commitment fee Rp 125 juta di rumah DHN. Ini masih didalami oleh pihak KPK," tutur Basaria.
Sebagai penerima, Dewi Suryana dan Hendra Kurniawan disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan pemberi suap, yaitu Syuhadatul Islamy, disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 6 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.