BERITA MALUKU. Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua menyatakan, tim terpadu yang dikoordinasikan Menko Polhukham, Wiranto akan mengevaluasi aktivitas penambangan emas di kawasan Gunung Botak, kabupaten Buru.
"Kami telah menyepakati tim melakukan evaluasi di Gunung Botak selanjutnya melaksanakan rapat di Jakarta," kata Zeth dikonfirmasi seusai rapat koordinasi penanganan penambangan emas kawasan Gunung Botak, di Ambon, Kamis (1/3/2018).
Karena itu, tim berangkat ke Gunung Botak pada 2 Maret 2018 dengan tujuan mengevaluasi penanganan penambangan emas dinilai ilegal yang sebenarnya telah diinstruksikan tutup oleh Presiden, Joko Widodo sejak 24 Februari 2017.
"Tujuannya penambangan emas di Gunung Botak harus ditertibkan karena berkaitan dengan masa depan anak cucu sehubungan dengan pemakaian zat sianida maupun merkuri," ujar Zeth.
Dia enggan untuk berkomentar panjang karena memandang perlu tim bekerja dulu barulah didapat kesimpulan untuk diputuskan bersama di Jakarta yang difasilitasi Menko Polhukham, Wiranto.
"Pastinya lingkungan hidup dan masa depan anak cucu di pulau Buru harus diselamatkan," tandas Zeth.
Sebelumnya, Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy mengemukakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak semakin marak.
"Bayangkan saja harga sianida saat ini dijual Rp3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp1 juta/liter,"katanya.
Padahal, aktivitas penambangan tersebut telah ditutup personil Polisi maupun TNI - AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.
"Susah untuk menutup aktivitas penambangan maupun penjualan sianida dan merkuri di kawasan Gunung Botak karena masih ada penambang di sana," ujar Martha.
Data yang dihimpun sebanyak 13.000 lebih penambang yang bekerja di kawasan Gunung Botak dan saat penyisiran dilanjutkan dengan penutupan ternyata masih ada beroperasi di sana.
"Kami memantau masih berkeliaran penambang ilegal di kawasan Gunung Botak yang ada hingga saat ini sehingga intensif berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk penertiban," katanya.
Padahal, penutupan penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak ini dikoordinir Menko Polhukham dengan melibatkan kementerian maupun lembaga teknis lainnya.
"Jadi bukan masalah emas yang sebenarnya depositnya di Gunung Botak relatif kecil. Namun, peredaran sianida maupun berkuri yang harus diberantas karena merusak ekosistem lingkungan dan kesehatan warga pulau Buru," tandas Martha.
Pengolahan emas di Gunung Botak melalui sistem rendaman itu memanfaatkan bahan kimia asam sianida, merkuri, castik dan cairan H02 di sungai Anahoni.
Kondisi ini juga terjadi di kawasan gunung Botak dengan penambangan dari luar Maluku.
Bupati Buru, Ramly Umasugi melaporkan saat ini lebih dari 13.000 penambang ilegal dari luar Maluku kembali melakukan aktivitas penambangan dengan sistem rendaman, dumping dan tambak larut menggunakan merkuri maupun sianida.
"Terjadi pencemaran air sungai Anahoni yang mengalir hingga ke laut sehingga mengancam ekosistem maupun sumber daya hayati laut di sekitar perairan pulau Buru," tegasnya.
"Kami telah menyepakati tim melakukan evaluasi di Gunung Botak selanjutnya melaksanakan rapat di Jakarta," kata Zeth dikonfirmasi seusai rapat koordinasi penanganan penambangan emas kawasan Gunung Botak, di Ambon, Kamis (1/3/2018).
Karena itu, tim berangkat ke Gunung Botak pada 2 Maret 2018 dengan tujuan mengevaluasi penanganan penambangan emas dinilai ilegal yang sebenarnya telah diinstruksikan tutup oleh Presiden, Joko Widodo sejak 24 Februari 2017.
"Tujuannya penambangan emas di Gunung Botak harus ditertibkan karena berkaitan dengan masa depan anak cucu sehubungan dengan pemakaian zat sianida maupun merkuri," ujar Zeth.
Dia enggan untuk berkomentar panjang karena memandang perlu tim bekerja dulu barulah didapat kesimpulan untuk diputuskan bersama di Jakarta yang difasilitasi Menko Polhukham, Wiranto.
"Pastinya lingkungan hidup dan masa depan anak cucu di pulau Buru harus diselamatkan," tandas Zeth.
Sebelumnya, Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy mengemukakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak semakin marak.
"Bayangkan saja harga sianida saat ini dijual Rp3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp1 juta/liter,"katanya.
Padahal, aktivitas penambangan tersebut telah ditutup personil Polisi maupun TNI - AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.
"Susah untuk menutup aktivitas penambangan maupun penjualan sianida dan merkuri di kawasan Gunung Botak karena masih ada penambang di sana," ujar Martha.
Data yang dihimpun sebanyak 13.000 lebih penambang yang bekerja di kawasan Gunung Botak dan saat penyisiran dilanjutkan dengan penutupan ternyata masih ada beroperasi di sana.
"Kami memantau masih berkeliaran penambang ilegal di kawasan Gunung Botak yang ada hingga saat ini sehingga intensif berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk penertiban," katanya.
Padahal, penutupan penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak ini dikoordinir Menko Polhukham dengan melibatkan kementerian maupun lembaga teknis lainnya.
"Jadi bukan masalah emas yang sebenarnya depositnya di Gunung Botak relatif kecil. Namun, peredaran sianida maupun berkuri yang harus diberantas karena merusak ekosistem lingkungan dan kesehatan warga pulau Buru," tandas Martha.
Pengolahan emas di Gunung Botak melalui sistem rendaman itu memanfaatkan bahan kimia asam sianida, merkuri, castik dan cairan H02 di sungai Anahoni.
Kondisi ini juga terjadi di kawasan gunung Botak dengan penambangan dari luar Maluku.
Bupati Buru, Ramly Umasugi melaporkan saat ini lebih dari 13.000 penambang ilegal dari luar Maluku kembali melakukan aktivitas penambangan dengan sistem rendaman, dumping dan tambak larut menggunakan merkuri maupun sianida.
"Terjadi pencemaran air sungai Anahoni yang mengalir hingga ke laut sehingga mengancam ekosistem maupun sumber daya hayati laut di sekitar perairan pulau Buru," tegasnya.
from Berita Maluku Online Tim Terpadu Menko Polhukham Evaluasi Penambangan Emas Gunung Botak - Berita Harian Teratas