Ratu Berita - Masalah penyiraman air keras pada penyidik KPK, Novel Baswedan, sampai saat ini belum terbongkar. Lima bulan telah berlalu, polisi masih belum mengetahui siapa aktor serta otak dari penyiraman air keras pada Novel.
Paksaan supaya Presiden Joko Widodo membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) juga kembali disuarakan. Paksaan ini datang langsung dari keluarga Novel yaitu sang istri, Rina Imelda (Emil).
Wanita yang umum disapa Emil itu telah mengirim surat ke Presiden Jokowi yang berisi keinginan supaya sang Presiden membuat TGPF. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan Emil sendiri.
"Keinginannya yaitu supaya selekasnya ada perhatian dari bapak presiden membuat TGPF supaya dapat dilihat kenyataan dari kasus penyiraman air keras ini dengan obyektif," tuturnya di tempat tinggalnya Jl Deposito Blok T/8, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Disamping itu, tim kuasa hukum Novel Baswedan menilai pemerintahan Jokowi lamban dalam merampungkan masalah tersebut. Satu diantara anggota kuasa hukum Novel, Al-Ghifari Axa, bahkan juga membandingkan Presiden Jokowi dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut dia, di masa SBY sempat terjadi masalah serupa dengan Novel. Waktu itu aktivis ICW, Tama S Langkung yang barusan memberikan laporan masalah rekening gendut ke KPK dibacok selesai melihat bola.
Saat itu, Presiden SBY segera merespons serta menjenguk Tama dirumah sakit. Hal semacam ini yg tidak dikerjakan oleh Presiden Jokowi di masalah Novel.
"Saat itu tidak sampai sehari SBY segera datang ke RS di Duren Tiga serta memerintahkan ke Kapolda serta Kapolri untuk selekasnya disibak," kata Al-Ghifari di tempat yang sama.
Dalam masalah Novel, pihak keluarga sudah kirim surat ke Jokowi untuk bertatap muka. Semestinya Jokowi bisa mencontoh SBY yang berinisiatif menjumpai korban serta keluarganya.
"Sesungguhnya bila saya memperbandingkan harusnya Jokowi yang berjumpa dengan Novel serta keluarga. Mengapa Jokowi tidak mengundang keluarga Novel atau ke RS di Singapura untuk kunjungi Novel? " tuturnya.
Menurut dia, masalah ini mesti dikerjakan sampai selesai hingga ke akar-akarnya. Jangan pernah masalah Novel berhenti di tengah jalan.
"Sudah sepatutnya Novel jadi satu diantara penyidik yang menjadi lambang penyidik dengan perform yang baik untuk selekasnya dituntaskan. Mengenai TGPF masalah ini tidak dapat diselesaikan di kepolisian kita telah berulang-kali memberitahu," tuturnya.
Tidak hanya dalam masalah Novel, Jokowi dibanding-bandingkan dengan SBY. Istri Almarhum Munir, Suciwati, beberapa waktu lalu juga pernah memperbandingkan Jokowi dengan SBY terkait masalah kematian suaminya.
Awalnya Suciwati mengungkapkan kekecewaannya pada Jokowi karna dinilainya meremehkan penuntasan masalah HAM di Indonesia, satu diantaranya pembunuhan Munir. Dia mempertanyakan Jokowi berani atau tidak menunaikan janji kampanyenya terkait penuntasan beberapa masalah HAM.
Suciwati lalu memperbandingkan Jokowi dengan presiden terlebih dulu, SBY. Menurut dia, Jokowi tidak ada bedanya dengan SBY bila tidak berani membongkar masalah kematian Munir. Suciwati menilai bahwa SBY lebih lumayan dengan membuat tim pencari fakta (TPF).
"Bila dia tidak berani ya apa bedanya dia dengan presiden yang tempo hari. Presiden tempo hari lumayan buat TPF ya walau nol juga masalah penegakan hukumnya," jelasnya di kantor KontraS, Jakarta.
Suciwati mengakui kapok pilih Jokowi di pilpres. Sebab, Jokowi dinilainya sudah tidak berhasil menyelesaikan masalah Munir serta pelanggaran HAM yang lain.
"Ah tidak lah. Tiga tahun saja dia tidak berhasil. Ingin milih sekali lagi ogah," tuturnya.
Menurut dia, Jokowi mesti membayar janji kampanyenya buat menyelesaikan masalah Munir. Tetapi sampai saat ini tidak ada perubahan.
"Apa lagi yang mau dijual (di Pilpres)? Tempo hari dia menang karna jualan ini (penuntasan masalah Munir). Hak azasi serta hukum itu cuma jadi jualan mereka saja. Jadi komoditi politik untuk mereka," tuturnya.
"Karena itu dia menang. Bicara hak azasi dia menang. Setelah itu dia ambillah semuanya rekan-rekan yang kritis serta bagus. Apakah dia bagus juga? Kerja-kerjanya 0 juga," kritiknya.
Dia menyebutkan sampai saat ini masalah Munir tidak tersingkap. Bahkan juga, lebih mengerikan, Jokowi malah keluarkan Perppu Ormas.
"Itu kemunduran masalah penegakan hukum. Untuk kebebasan orang-orang sipil itu bahaya (Perppu Ormas)," tuturnya.