BERITA MALUKU. Endang Saptawati, terdakwa korupsi anggaran studi kelayakan pembangunan bandara di Arara, Kabupaten Maluku Tengah menangis saat dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun penjara oleh majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon.
Ketua majelis hakim tipikor, Jimmy Waly didampingi Samsidar Nawawi dan Heri Leliantono selaku hakim anggota dalam persidangan di Ambon, Senin (4/9/2017), juga menghukum terdakwa membayar denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Terdakwa dijatuhi vonis dua tahun penjara karena terbukti melanggar pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Atas keputusan tersebut, mata terdakwa langsung terlihat berkaca-kaca sambil keluar meninggalkan ruang sidang dan langsung dipeluk suaminya.
Dalam persidangan tersebut, majelis hakim yang sama juga menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap Widodo Budi Santoso alias Santo dan membayar denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan serta uang pengganti Rp400 juta.
"Harta benda terdakwa Santo akan disita dan dilelang oleh jaksa, dan bila tidak mencukupi maka kepadanya dikenakan hukuman tambahan berupa kurungan selama lima bulan.
Putusan majelis hakim juga lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum Kacabjari Maluku Tengah di Wahai, Aizit Latuconsina dan Aser Orno yang meminta kedua terdakwa dihukum 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Dishub Maluku dalam tahun anggaran 2015 mendapatkan alokasi dana sebesar Rp810 juta yang bersumber dari DAU yang tercantum dalam DPA SKPD dishub tanggal 15 Januari 2015 dengan nama belanja jasa konsultasi perencanaan studi pembangunan Bandara Arara.
Dalam proses lelang tender secara elektronik melalui website LPSE Pemprov Maluku tanggal 21 Juli 2015, PT. Bennatin Surya Cipta dengan direkturnya Pensong Benny dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek tersebut.
Kemudian pada tanggal 30 Juli 2015, dilakukan penandatangan kontrak antara terdakwa Benny dengan pihak PT. BSC selaku penyedian jasa dalam proyek itu, tetapi yang hadir bukanlah Pensong Benny melainkan Widodo Budi Santoso alias Santo yang memalsukan tandatangan Direktur PT. BSC, padahal terdakwa bukanlah direksi, pengurus atau karyawan PT. BSC melainkan dia adalah Direktur PT. Seal Indonesia di Jakarta.
Endang merupakan tenaga ahli teknik sipil dari PT. Wiratman yang mengerjakan proyek studi pembangunan Bandara Banda baru tahun 2014 pada Dishub Maluku dan Endang juga yang memberikan infomrasi kepada Santo tentang rencana pembangunan Bandara Arara tahun 2015.
Dalam kontrak kerja terdapat delapan tahapan pekerjaan termasuk empat tahap laporan survei yang harus dikerjakan 11 orang ahli dari PT. BSC dan nama-nama mereka tercantum dalam kontrak, namun mereka tidak pernah dilibatkan dan hanya dipakai sebagai formalitas.
Atas permintaan Santo, Endang menyampaikan empat laporan hasil survei dan mempresentasikan hasilnya di Kantor Dishub Maluku pada tanggal 15 Desember 2015 dan dihadiri kedua terdakwa hingga akhirnya menyetujui pencairan dana termin ke IV sebesar 10 persen.
Ketua majelis hakim tipikor, Jimmy Waly didampingi Samsidar Nawawi dan Heri Leliantono selaku hakim anggota dalam persidangan di Ambon, Senin (4/9/2017), juga menghukum terdakwa membayar denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Terdakwa dijatuhi vonis dua tahun penjara karena terbukti melanggar pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Atas keputusan tersebut, mata terdakwa langsung terlihat berkaca-kaca sambil keluar meninggalkan ruang sidang dan langsung dipeluk suaminya.
Dalam persidangan tersebut, majelis hakim yang sama juga menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap Widodo Budi Santoso alias Santo dan membayar denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan serta uang pengganti Rp400 juta.
"Harta benda terdakwa Santo akan disita dan dilelang oleh jaksa, dan bila tidak mencukupi maka kepadanya dikenakan hukuman tambahan berupa kurungan selama lima bulan.
Putusan majelis hakim juga lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum Kacabjari Maluku Tengah di Wahai, Aizit Latuconsina dan Aser Orno yang meminta kedua terdakwa dihukum 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Dishub Maluku dalam tahun anggaran 2015 mendapatkan alokasi dana sebesar Rp810 juta yang bersumber dari DAU yang tercantum dalam DPA SKPD dishub tanggal 15 Januari 2015 dengan nama belanja jasa konsultasi perencanaan studi pembangunan Bandara Arara.
Dalam proses lelang tender secara elektronik melalui website LPSE Pemprov Maluku tanggal 21 Juli 2015, PT. Bennatin Surya Cipta dengan direkturnya Pensong Benny dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek tersebut.
Kemudian pada tanggal 30 Juli 2015, dilakukan penandatangan kontrak antara terdakwa Benny dengan pihak PT. BSC selaku penyedian jasa dalam proyek itu, tetapi yang hadir bukanlah Pensong Benny melainkan Widodo Budi Santoso alias Santo yang memalsukan tandatangan Direktur PT. BSC, padahal terdakwa bukanlah direksi, pengurus atau karyawan PT. BSC melainkan dia adalah Direktur PT. Seal Indonesia di Jakarta.
Endang merupakan tenaga ahli teknik sipil dari PT. Wiratman yang mengerjakan proyek studi pembangunan Bandara Banda baru tahun 2014 pada Dishub Maluku dan Endang juga yang memberikan infomrasi kepada Santo tentang rencana pembangunan Bandara Arara tahun 2015.
Dalam kontrak kerja terdapat delapan tahapan pekerjaan termasuk empat tahap laporan survei yang harus dikerjakan 11 orang ahli dari PT. BSC dan nama-nama mereka tercantum dalam kontrak, namun mereka tidak pernah dilibatkan dan hanya dipakai sebagai formalitas.
Atas permintaan Santo, Endang menyampaikan empat laporan hasil survei dan mempresentasikan hasilnya di Kantor Dishub Maluku pada tanggal 15 Desember 2015 dan dihadiri kedua terdakwa hingga akhirnya menyetujui pencairan dana termin ke IV sebesar 10 persen.