Ketua KPK, Agus Rahardjo. (Istimewa) |
"Kemudian kita sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice (merintangi penyidikan) kan bisa kita terapkan. Karena kita sedang menangani kasus yang besar selalu dihambat," ujar Agus di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jaksel, Kamis (31/8).
Komisi III DPR sebagai mitra KPK berencana membawa ucapan Agus ke ranah hukum.
"Tentu akan kita persoalkan," ujar anggota Komisi III DPR Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2017), dilansir Detikcom.
Arsul mengatakan internal Komisi III serius menyikapi ucapan Agus. Rencana melaporkan Agus tak main-main.
"Di internal kemudian berkembang diskusi, membangun wacana melaporkan KPK juga," terang Arsul.
Komisi III berencana melaporkan Agus ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Polri. "Kalau tindak pidana umum ke Polri lah," ucap Arsul.
Rencana pelaporan ini dipertanyakan KPK.
"Saya tidak tahu persis yang dipersoalkan apa terkait dengan rencana tersebut. Namun yang pasti, yang disampaikan adalah tentu saja jika Pasal 21 (UU No 31 Tahun 1999) terpenuhi. Karena Pasal 21-lah yang mengatur perbuatan obstruction of justice," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (4/9/2017).
Febri menegaskan maksud penyataan Agus hanya sangkaan pasal yang mungkin bisa dilanggar. Tapi pernyataan Agus itu, menurutnya, tidak menuduh siapa yang melakukan pelanggaran.
"Jadi belum bicara tentang siapa yang melakukan obstruction of justice dan prosesnya sejauh mana. Tentu saja UU Nomor 31 Tahun 1999 dan Nomor 20 Tahun 2001 yang menjadi patokan kita," lanjutnya.
KPK hingga saat ini, sambung Febri, baru menerapkan dugaan tindak pidana dengan pasal merintangi penyidikan kepada anggota Komisi II DPR Markus Nari. Penerapan sangkaan pidana ini terkait dengan perkara korupsi pengadaan e-KTP.
"Saya kira kita fokus dulu ke sana. Bahwa ada pihak-pihak lain, tentu sepenuhnya tergantung pada kecukupan bukti dan pemenuhan unsur pasal tersebut," tutur Febri.
Soal Pansus Angket, menurut dia, pimpinan KPK belum bersikap secara kelembagaan. Pimpinan KPK juga belum memberikan pernyataan mengenai sah-tidaknya hak angket.
"Tentu akan lebih baik itu diselesaikan melalui satu mekanisme keputusan hukum yang punya kekuatan. Kami pandang keputusan hukum tersebut adalah melalui MK," katanya.