Pesawat Lion Air |
Kasus ini bermula saat Rolas akan pulang ke Jakarta dari Manado pada 19 Oktober 2011. Rolas membeli tiket dengan nomor penerbangan JT 743.
Namun, saat ia chek-in di Bandara Internasional Sam Ratulangi, pihak Lion Air menyatakan pesawat sudah kelebihan muatan sehingga penerbangan dibatalkan. Pihak Lion Air menawarkan kompensasi penerbangan untuk keesokan harinya.
Rolas tidak terima atas tawaran tersebut karena ia akan merayakan ulang tahun anaknya pada 20 Oktober. Apalagi, biaya pesta ulang tahun anaknya sudah dibayar.
Namun pihak Lion Air tetap tidak bisa memberangkatkan Rolas, sehingga langkah hukum pun diajukan ke pengadilan. Gugatan dilayangkan dengan rincian kerugian materiil, yaitu:
1. Tiket yang dibatalkan Rp 1,8 juta.
2. Tiket pengganti Rp 1,7 juta.
3. Biaya pulsa Rp 500 ribu.
4. Biaya makan Rp 500 ribu.
5. Biaya penginapan hotel Rp 1,2 juta.
6. Biaya konsumsi ulang tahun anaknya Rp 20 juta.
Jadi total kerugian materiil Rp 25 juta. Adapun kerugian imateriil setelah dihitung-hitung Rolas sebesar Rp 500 juta.
Gayung bersambut. Pada 15 Januari 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menghukum Lion Air sebesar Rp 23,5 juta. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 8 Januari 2015.
Lion Air tidak terima dan mengajukan kasasi. Tapi MA bergeming. Pada 11 Februari 2016, MA tetap menghukum Lion Air sesuai dengan putusan PN Jakpus.
Langkah terakhir dilakukan Lion Air dengan mengajukan peninjauan kembali (PK). Tapi apa kata MA?
"Menolak permohonan PK Direktur Utama PT Lion Air/PT Lion Air Mentari Airlines diwakili oleh Rudy Lumingkewas selaku direktur utama sebagai pemohon PK," demikian dilansir website MA, Rabu (6/9/2017), seperti diberitakan Detikcom.
Duduk sebagai ketua majelis PK, Nurul Elmiyah, dengan anggota, Panji Widagdo dan Maria Anna Samiyati. Putusan PK itu diketuk pada 25 Agustus 2017.