BERITA MALUKU. Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Maluku meringkus tujuh orang pelaku beserta barang bukti berupa tiga ton pasir cinnabar asal Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang akan dibawa ke Sulawesi Selatan.
"Aparat kami menangkap tujuh orang pelaku dengan barang bukti berupa tiga ton pasir cinnabar yang dikemas dalam 70 karung plastik pada Senin (19/3) sekitar pukul 02.00 WIT dini hari di Desa Luhu, Kabupaten SBB," kata Dir Reskrimum Polda Maluku, Kombes Pol Gupuh Setiyono di Ambon, Selasa (20/3/2018).
Penangkapan tersebut dilakukan anggota Ditreskrimum, Kompol Irfan dan AKP Sances bersama anak buahnnya yang berhasil meringkus tujuh orang yang diduga melakukan aktivitas penambangan atau pengumpulan bahan tambang tanpa mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Menurut Kombes Gupuh, proses ini memang melalui penyelidikan yang sudah lama dilakukan sejak Januari 2018, kemudian dilakukan upaya penangkapan pada Februari lalu namun tidak bisa terealsiasi akibat ombak.
"Sebelumnya memang sudah ada informasi tentang kegiatan tersebut dan kami lakukan penyelidikan atas perintah kapolda, bergabung dengan teman-teman Ditreskrimsus yang mengguakan IT memonitor gerakan para tersangka," ujarnya.
Tujuh tersangka yang diringkus masing-masing berinisial RS, S, MIK, MYR, SK, HK, dan AK, dimana tiga tersangka terakhir ini merupakan satu keluarga.
Barang bukti yang diamankan polisi berupa satu buah kapal fiber mesin 40 PK dua unit, 71 karung b erat 3 ton, bahan bakar berupa 130 liter minak tanah, delapan botol oli, sepuluh buku tabungan BCR, satu buku tabungan BRI, ATM, lembar slep setoran tunai, dan dua telepon gengga, milik tersangka RS.
Pasal yang dilaggar adalah pasal 158 dan 161 Undang-Undang RI nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara denda Rp10 miliar.
RS adalah tersangka utama sebagai pendana yang berasal dari Krawang, Jawa Barat dan yang bersangkutan pertama kali diringkus di Dusun Hulung, (Desa Iha) Kabupaten SBB pada Senin, (19/3).
Kemudian dilakukan pengembangan penyelidikan dan diketahui barangnya akan diangkut ke Makassar (Susel) melalui laut sehingga terjadi kejar-kejaran di laut dan polisi sempat mengeluarkan tembakan peringatan.
Hal itu dilakukan karena speedboat yang dipakai polisi hanya bermesin satu yang kekuatannya 40 PK, sedangkan yang dipakai tersangka dua masin berkekuatan 40 PK sehingga kecepatannya lebih tinggi dan berlari menuju Pulau Suanggi.
"Sekarang semua dalam proses penyidikan dan ditindaklanjuti teman-teman Dires Krimsus, dan sudah tiga kali dilakukan pengirim barang lewat laut sejak Desember 2017 tujuan Makassar melalui Bulukumba dengan memanfaatkan situasi ombak sejak Desember 2018," jelas Kombes Gupuh.
Para tersangka yang dikejar dan ditangkap ini tidak menggunakan senpi dan sengaja lari dari kejaran polisi sehingga petugas sempat melepaskan tembakan peringatan dan akhirnya diarahkan ke badan speedboat yang mereka gunakan.
"Jadi di situ ada nakoda, ada pemilik barang dan modal, ada penghubung, dan pendana (RS) lalu gerakannya selalu dilakukan saat malam menjelang subuh," katanya.
Kabid Humas Polda Maluku Kombes Po M. Rum Ohoirat menambahkan, saat ini peran para pelaku masih dilidik, dan penambang asli memang tidak ada yang ditangkap dalam operasio tersebut, kecuali pengumpul barang dan akan diserahkan kepada seseorang.
"Dari lokasi Hulung tujuan Pulau Suanggi langsung menuju Bulukumba dan kemungkinan ada kapal yang menunggu dan dari koordinasi kami dengan Kapolres memang tidak ada aktivitas penambangan cinnabar sejak Desember 2017, dan kemungkinan barang yang dibeli merupakan sisa-sisa tambang," tandasnya.
Diduga kuat masih adanya sisa barang tambang sehingga polisi menjaga pintu- pintu masuk dan keluar di SBB.
Pasir cinnabar yang dibeli para pelaku yang tertangkap ini seharga Rp85.000 hingga Rp90.000 per Kg dan rencananya akan dibawa ke Sidrap untuk diolah menjadi merkuri.
"Aparat kami menangkap tujuh orang pelaku dengan barang bukti berupa tiga ton pasir cinnabar yang dikemas dalam 70 karung plastik pada Senin (19/3) sekitar pukul 02.00 WIT dini hari di Desa Luhu, Kabupaten SBB," kata Dir Reskrimum Polda Maluku, Kombes Pol Gupuh Setiyono di Ambon, Selasa (20/3/2018).
Penangkapan tersebut dilakukan anggota Ditreskrimum, Kompol Irfan dan AKP Sances bersama anak buahnnya yang berhasil meringkus tujuh orang yang diduga melakukan aktivitas penambangan atau pengumpulan bahan tambang tanpa mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Menurut Kombes Gupuh, proses ini memang melalui penyelidikan yang sudah lama dilakukan sejak Januari 2018, kemudian dilakukan upaya penangkapan pada Februari lalu namun tidak bisa terealsiasi akibat ombak.
"Sebelumnya memang sudah ada informasi tentang kegiatan tersebut dan kami lakukan penyelidikan atas perintah kapolda, bergabung dengan teman-teman Ditreskrimsus yang mengguakan IT memonitor gerakan para tersangka," ujarnya.
Tujuh tersangka yang diringkus masing-masing berinisial RS, S, MIK, MYR, SK, HK, dan AK, dimana tiga tersangka terakhir ini merupakan satu keluarga.
Barang bukti yang diamankan polisi berupa satu buah kapal fiber mesin 40 PK dua unit, 71 karung b erat 3 ton, bahan bakar berupa 130 liter minak tanah, delapan botol oli, sepuluh buku tabungan BCR, satu buku tabungan BRI, ATM, lembar slep setoran tunai, dan dua telepon gengga, milik tersangka RS.
Pasal yang dilaggar adalah pasal 158 dan 161 Undang-Undang RI nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara denda Rp10 miliar.
RS adalah tersangka utama sebagai pendana yang berasal dari Krawang, Jawa Barat dan yang bersangkutan pertama kali diringkus di Dusun Hulung, (Desa Iha) Kabupaten SBB pada Senin, (19/3).
Kemudian dilakukan pengembangan penyelidikan dan diketahui barangnya akan diangkut ke Makassar (Susel) melalui laut sehingga terjadi kejar-kejaran di laut dan polisi sempat mengeluarkan tembakan peringatan.
Hal itu dilakukan karena speedboat yang dipakai polisi hanya bermesin satu yang kekuatannya 40 PK, sedangkan yang dipakai tersangka dua masin berkekuatan 40 PK sehingga kecepatannya lebih tinggi dan berlari menuju Pulau Suanggi.
"Sekarang semua dalam proses penyidikan dan ditindaklanjuti teman-teman Dires Krimsus, dan sudah tiga kali dilakukan pengirim barang lewat laut sejak Desember 2017 tujuan Makassar melalui Bulukumba dengan memanfaatkan situasi ombak sejak Desember 2018," jelas Kombes Gupuh.
Para tersangka yang dikejar dan ditangkap ini tidak menggunakan senpi dan sengaja lari dari kejaran polisi sehingga petugas sempat melepaskan tembakan peringatan dan akhirnya diarahkan ke badan speedboat yang mereka gunakan.
"Jadi di situ ada nakoda, ada pemilik barang dan modal, ada penghubung, dan pendana (RS) lalu gerakannya selalu dilakukan saat malam menjelang subuh," katanya.
Kabid Humas Polda Maluku Kombes Po M. Rum Ohoirat menambahkan, saat ini peran para pelaku masih dilidik, dan penambang asli memang tidak ada yang ditangkap dalam operasio tersebut, kecuali pengumpul barang dan akan diserahkan kepada seseorang.
"Dari lokasi Hulung tujuan Pulau Suanggi langsung menuju Bulukumba dan kemungkinan ada kapal yang menunggu dan dari koordinasi kami dengan Kapolres memang tidak ada aktivitas penambangan cinnabar sejak Desember 2017, dan kemungkinan barang yang dibeli merupakan sisa-sisa tambang," tandasnya.
Diduga kuat masih adanya sisa barang tambang sehingga polisi menjaga pintu- pintu masuk dan keluar di SBB.
Pasir cinnabar yang dibeli para pelaku yang tertangkap ini seharga Rp85.000 hingga Rp90.000 per Kg dan rencananya akan dibawa ke Sidrap untuk diolah menjadi merkuri.
from Berita Maluku Online Tujuh Pelaku Diamankan Bersama Tiga Ton Cinnabar - Berita Harian Teratas