BADAN Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka kemiskinan (16/7/2018) lalu, yaitu garis kemiskinan pedesaan Rp362.496,00 dan garis kemiskinan perkotaan Rp385.621,00. Tercatat, Provinsi Maluku sendiri memiliki garis kemiskinan pedesaan sebesar Rp435.787,00 dan garis kemiskinan perkotaan Rp437.644,00. Sedikit lebih tinggi dari angka nasional tapi masih saja nampak kecil.
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku pada Bulan Maret 2018 sebanyak 320,08 ribu jiwa (18,12 persen) jika dibandingkan dengan Bulan September 2017 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 340 jiwa, begitu juga dilihat dari sisi persentase tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku pada Maret 2018 mengalami penurunan sebesar 0,17 poin.
Berbagai pertanyaan pun muncul, terkait betapa kecilnya angka rupiah yang dijadikan sebagai patokan batas kemiskinan, metodologi sampel yang digunakan hingga kondisi riil warga menjadi perbincangan hangat saat ini. Mengingat angka kemiskinan saat ini (per Maret 2018) merupakan angka terendah sejak era krisis moneter pada 1988 silam.
Garis Kemiskinan (GK)
Garis Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Garis Kemiskinan digunakan untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Indikator kemiskinan ini didapatkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Kor, dan Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Maluku memiliki preferensi yang berbeda dengan wilayah lain seperti di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan juga Papua. Karena tiap wilayah pasti memiliki pembeda seperti, pertimbangan konsumsi perkotaan dan pedesaan, harga komoditas di masing-masing wilayah, berapa rupiah pendapatan per bulan sehingga masing-masing provinsi memiliki garis kemiskinan masing-masing.
Sebagai gambaran, dikatakan miskin apabila penduduk memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulannya berada di bawah garis kemiskinan.
Contoh, saya tinggal di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan batas garis kemiskinan Rp350.853,00 per bulan per orang. Apabila satu rumah tangga memiliki 4 anggota keluarga, maka pendapatan minimum saya untuk dianggap miskin adalah Rp 1,4 juta. Angka ini sebagai gambaran kemampuan saya dalam memenuhi kebutuhan pokok saja, tidak termasuk didalamnya kebutuhan sekunder apalagi tersier.
Pada akhirnya, angka kemiskinan lah yang menjadi salah satu dasar ukuran keberhasilan dalam pengambilan kebijakan, namun tidak berarti tidak ada masalah dalam pemerataan di dalamnya. Untuk itu kembali lagi, seberapa akuratnya angka kemiskinan yang ditetapkan tidak lepas dari partisipasi setiap elemen masyarakat dalam pembangunan bangsa.
Penulis: Ian Pratama, SST, Staf Produksi, BPS Kabupaten Seram Bagian Barat
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku pada Bulan Maret 2018 sebanyak 320,08 ribu jiwa (18,12 persen) jika dibandingkan dengan Bulan September 2017 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 340 jiwa, begitu juga dilihat dari sisi persentase tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku pada Maret 2018 mengalami penurunan sebesar 0,17 poin.
Berbagai pertanyaan pun muncul, terkait betapa kecilnya angka rupiah yang dijadikan sebagai patokan batas kemiskinan, metodologi sampel yang digunakan hingga kondisi riil warga menjadi perbincangan hangat saat ini. Mengingat angka kemiskinan saat ini (per Maret 2018) merupakan angka terendah sejak era krisis moneter pada 1988 silam.
Garis Kemiskinan (GK)
Garis Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Garis Kemiskinan digunakan untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Indikator kemiskinan ini didapatkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Kor, dan Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Maluku memiliki preferensi yang berbeda dengan wilayah lain seperti di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan juga Papua. Karena tiap wilayah pasti memiliki pembeda seperti, pertimbangan konsumsi perkotaan dan pedesaan, harga komoditas di masing-masing wilayah, berapa rupiah pendapatan per bulan sehingga masing-masing provinsi memiliki garis kemiskinan masing-masing.
Sebagai gambaran, dikatakan miskin apabila penduduk memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulannya berada di bawah garis kemiskinan.
Contoh, saya tinggal di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan batas garis kemiskinan Rp350.853,00 per bulan per orang. Apabila satu rumah tangga memiliki 4 anggota keluarga, maka pendapatan minimum saya untuk dianggap miskin adalah Rp 1,4 juta. Angka ini sebagai gambaran kemampuan saya dalam memenuhi kebutuhan pokok saja, tidak termasuk didalamnya kebutuhan sekunder apalagi tersier.
Pada akhirnya, angka kemiskinan lah yang menjadi salah satu dasar ukuran keberhasilan dalam pengambilan kebijakan, namun tidak berarti tidak ada masalah dalam pemerataan di dalamnya. Untuk itu kembali lagi, seberapa akuratnya angka kemiskinan yang ditetapkan tidak lepas dari partisipasi setiap elemen masyarakat dalam pembangunan bangsa.
Penulis: Ian Pratama, SST, Staf Produksi, BPS Kabupaten Seram Bagian Barat
from Berita Maluku Online Maluku dan Garis Kemiskinan - Berita Harian Teratas