BERITA MALUKU. Niat baik sejumlah raja adat di Kabupaten Buru, yang melobi Gubernur Maluku, Said Assagaff, agar pemerintah dalam hal ini Provinsi dan Kabupaten dapat melakukan penertiban dan mengusir para penambang dari Gunung Botak diragukan.
Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Maluku, Ikram Umasugi menduga, apa yang dilakukan oleh para raja itu, merupakan bagian dari pembentukan opini seakan-akan penambang yang notabene rakyat kecil, yang menjadi penyebab kehancuran lingkungan. Sementara PT Buana Pratama Sejahtera (BPS) bersih dari tindakan pencemaran.
“Raja yang mana? Banyak raja di Gunung Botak itu? Bahkan, ada raja yang digaji perusahaan tiap bulannya,” ungkap Umasugi kepada wartawan, di Ambon, Rabu (25/7/2018) kemarin.
Umasugi menilai, sikap para raja yang lebih berpihak kepada perusahaan itulah yang menjadi satu diantara sekian penyebab gagalnya penyelesaian masalah Gunung Botak.
“Masalah Gunung Botak ini selalu saya dahulukan. Dalam setiap rapat, kami di komisi selalu menanyakan itu. Akan tetapi terlalu kompleks sekali. Semua kembali kepada pemerintah,“ kata dia.
Menurutnya, dengan membayarkan para penambang melakukan aktivitas penambangan secara terus menerus, maka pencemaran lingkungan akan semakin parah.
“Saya memang tidak memiliki data valid soal berapa jumlah penambang di Gunung Botak. Tetapi yang pasti, jumlah mereka masih banyak. Komisi B sendiri, sudah berulang kali menggelar rapat dan membahas topik penyelesaian masalah Gunung Botak, akan tetapi semua berpulang kepada pemerintah selaku eksekutor kebijakan,” tegas dia.
Umasugi menyatakan, tidak ada solusi dalam menyelesaikan persoalan pencemaran lingkungan yang terjadi di Gunung Botak.
DPRD, lanjut Umasugi, sudah berulang kali menawarkan usulan untuk memperbaiki lingkungan akibat penambangan di Gunung Botak. Hanya saja tawaran DPRD terutama Komisi B belum direspon secara baik oleh pemerintah.
“Misalnya soal izin penambangan rakyat, sistem ini salah satu solusi yang tepat, selain menguntungkan daerah juga menguntungkan rakyat secara langsung. Tapi sampai sekarang tak ada kabarnya. Jika rakyat yang menambang kemudian menggunakan teknologi ramah lingkungan, maka tidak akan mencemarkan lingkungan, ketimbang lahan digarap perusahaan yang nyata-nyatanya sangat merusak lingkungan,” beber Umasugi.
Dia mengungkapkan, aktivitas penambangan yang dilakukan PT BPS telah mencemarkan lingkungan, dengan tingkatan yang sangat parah. Pasalnya, PT. BPS juga menggunakan sistem perendaman dengan luas areal rendaman sangat besar, tidak sebanding dengan teknik rendaman yang dipakai penambang biasa.
“Rakyat biasa yang menambang itu hanya memiliki kolam rendaman 4 X 4 saja. Tetapi coba lihat rendaman milik perusahaan, yang besarnya satu kali lapangan bola,” tandas Umasugi.
Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Maluku, Ikram Umasugi menduga, apa yang dilakukan oleh para raja itu, merupakan bagian dari pembentukan opini seakan-akan penambang yang notabene rakyat kecil, yang menjadi penyebab kehancuran lingkungan. Sementara PT Buana Pratama Sejahtera (BPS) bersih dari tindakan pencemaran.
“Raja yang mana? Banyak raja di Gunung Botak itu? Bahkan, ada raja yang digaji perusahaan tiap bulannya,” ungkap Umasugi kepada wartawan, di Ambon, Rabu (25/7/2018) kemarin.
Umasugi menilai, sikap para raja yang lebih berpihak kepada perusahaan itulah yang menjadi satu diantara sekian penyebab gagalnya penyelesaian masalah Gunung Botak.
“Masalah Gunung Botak ini selalu saya dahulukan. Dalam setiap rapat, kami di komisi selalu menanyakan itu. Akan tetapi terlalu kompleks sekali. Semua kembali kepada pemerintah,“ kata dia.
Menurutnya, dengan membayarkan para penambang melakukan aktivitas penambangan secara terus menerus, maka pencemaran lingkungan akan semakin parah.
“Saya memang tidak memiliki data valid soal berapa jumlah penambang di Gunung Botak. Tetapi yang pasti, jumlah mereka masih banyak. Komisi B sendiri, sudah berulang kali menggelar rapat dan membahas topik penyelesaian masalah Gunung Botak, akan tetapi semua berpulang kepada pemerintah selaku eksekutor kebijakan,” tegas dia.
Umasugi menyatakan, tidak ada solusi dalam menyelesaikan persoalan pencemaran lingkungan yang terjadi di Gunung Botak.
DPRD, lanjut Umasugi, sudah berulang kali menawarkan usulan untuk memperbaiki lingkungan akibat penambangan di Gunung Botak. Hanya saja tawaran DPRD terutama Komisi B belum direspon secara baik oleh pemerintah.
“Misalnya soal izin penambangan rakyat, sistem ini salah satu solusi yang tepat, selain menguntungkan daerah juga menguntungkan rakyat secara langsung. Tapi sampai sekarang tak ada kabarnya. Jika rakyat yang menambang kemudian menggunakan teknologi ramah lingkungan, maka tidak akan mencemarkan lingkungan, ketimbang lahan digarap perusahaan yang nyata-nyatanya sangat merusak lingkungan,” beber Umasugi.
Dia mengungkapkan, aktivitas penambangan yang dilakukan PT BPS telah mencemarkan lingkungan, dengan tingkatan yang sangat parah. Pasalnya, PT. BPS juga menggunakan sistem perendaman dengan luas areal rendaman sangat besar, tidak sebanding dengan teknik rendaman yang dipakai penambang biasa.
“Rakyat biasa yang menambang itu hanya memiliki kolam rendaman 4 X 4 saja. Tetapi coba lihat rendaman milik perusahaan, yang besarnya satu kali lapangan bola,” tandas Umasugi.
from Berita Maluku Online Soal Gunung Botak, Umasugi: Yang Dilakukan Para Raja Hanya Pengalihan Opini - Berita Harian Teratas