Oleh: Adam Setiawan
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum UII
DI TENGAH hiruk pikuk penetapan nomor urut capres dan cawapres Pilpres 2019, kita juga tak boleh melupkan isu yang sedang hangat belakangan akhir ini terkait polemik impor beras yang menimbulkan perselisihan antara Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita.
Dalam hal ini Budi Waseso mengatakan tegas menolak impor beras lagi. Dikarenakan tak ada lagi ruang di gudang untuk menyimpan beras. Kemudian respons Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan mengatakan bahwa persoalan keterbatasan gudang itu bukan urusan dari Kementerian Perdagangan. Mengetahui respon tersebut lantas membuat amarah Budi Waseso meledak dengan mengumpat kata “Matamu itu” Kita 'kan sama-sama lembaga negara. pihak yang ingin beras impor terus sebagai "pengkhianat bangsa”.
Dengan adanya silang pendapat yang sontak menimbulkan perselisihan antara Direktur Utama Badan Urusan Logistik Bulog Budi Waseso dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita terkait impor beras. Tentunya hal ini dapat mengganggu implementasi pelayanan publik yang ada dan pastinya berdampak masif terhadap kesejahteraan umum.
Terlepas dilakukannya penyelesaian secara internal yang langsung dipimpin oleh Presiden atau Menteri Kordinator. Oleh karena itu menurut penulis dibutuhkan peran serta Ombudsman Republik Indonesia untuk menengahi polemik yang terjadi antara penyelenggara pelayanan publik. Walaupun dalam hal ini terhambat dikarenakan terbatasnya kewenangan untuk menengahi (mediasi) perselisihan antar penyelenggara pelayanan publik tidak tercantum di dalam peraturan perundang-undangan bahkan di dalam ketentuan UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelyanan Publik.
Adapun keterbatasan tugas dan kewenangan dalam hal ini mengacu pada asas legalitas dimana Ombudsman hanya dapat bertindak sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Berdasarkan Pasal 6 Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Berdasarkan Pasal 7 Ombudsman bertugas: a. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan; c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; e. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan; f. membangun jaringan kerja; g. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Lebih lanjut berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman berwenang: a. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan; c. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor; d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan; e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
Namun dengan adanya asas legalitas tersebut menurut penulis, Ombudsman tidak bisa secara luwes dan efektif melakukan fungsi pengawasan terhadap proses dari pelayanan publik yang kemungkinan memberikan dampak buruk secara masif pada kesejahteraan masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui Ombudsman dibentuk untuk mengawasi tindakan pemerintah atau badan hukum lainnya dalam hal pelayanan publik. Dengan demikian menurut penulis telah terjadi ketidakefektifan dalam pengawasan pelayanan publik. Manakala dalam proses pelayanan publik terjadi perselisihan atau sengketa antara penyelenggara pelayanan publik.
Oleh karena itu menurut hemat penulis diperlukan politik hukum dari legislator dan pemerintah untuk melakukan pembaharuan mencakup tugas dan kewenangan Ombudsman untuk bisa memediasi dan memfasilitasi penyelesaian perselisihan antar penyelenggara pelayanan publik guna memberikan kepastian hukum dan tercapainya tujuan negara.
from Berita Maluku Online Peran Ombudsman dalam Menengahi Perselisihan Penyelenggara Pelayanan Publik - Berita Harian Teratas