BERITA MALUKU. Seminar nasional rempah - rempah dibawah sorotan tema "Peluang dan tantangan pengembangan usaha rempah-rempah berbasis perhutanan sosial, bakal berlangsung di Maluku.
Kegiatan yang diselenggarakah oleh panitia yang dibentuk oleh Gubernur Maluku, Said Assgaaff, diketuai Kepala Balai Perhutanan Sosial dan kemitraan Lingkungan Maluku Papua, Yusup, akan berlangsung dari tanggal 9-10 November 2018 di Natsepa Hotel.
Dalam konfrenesi pers yang berlangsung di Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Wakil Ketua panitia penyelenggara, Prof. Dr. Ir. Agustinus Kastanya mengatakan, seminar yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk mensosialisasikan kegiatan perhutunan sosial dan perkembangannya bagi pemangku kepentingan di Maluku, sebagai wadah untuk penyatuan presepsi setiap pemangku kepentingan terhadap proses dan kegiatan perhutanan sosial di Maluku dan upaya mengembalikan kejayaan rempah-rempah di Maluku dan mensinergikan peran pentahelix dalam mendukung kegiatan perhutanan sosial untuk kejayaan rempah-rempah di Maluku.
Dijelaskan, peserta yang akan mengikuti kegiatan ini sebanyak 212 orang yang berasal dari pemangku kepentingan di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup, Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan UKM serta kementerian Pariwisata.
Sedangkan narasumber yang dihadirkan berjumlah 18 orang yang berasal dari Kementerian, akademisi, pemda, pengusaha dan perbankan.
Lebih lanjut dikatakan, perhutana sosial didefenisikan dalam permen LHK no 83/2016 sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan, atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama, untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan.
Dirinya mengungkapkan, kegiatan perhutanan sosial di Maluku di tahun ini sekitar 64.553 hektar, yang mencakup 48 izin, dan meliputi 8.987 kepala keluarga. Dimana, ada sebagian yang sudah diusulkan dan masih dalam proses verifikasi dan pada akhirnya pada penetapan izin.
"Diperkirakan di Maluku sekitar 200 ribu lebih hektar akan diberikan kepada masyarakat, sesuai target yang sudah ditetapkan baik pempus melalui peta indikatif, yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Maluku," tuturnya.
Lanjutnya, pengembangan perhutanan sosial berdasarkan kearifan lokal masyarakat, sudah dikembangkan rempah-rempah dalam sistim dusun terutama di pulau Lease, Maluku tengah dan hampir seluruh Maluku dengan nama spesifik di masing-masing wilayah.
Dusun ini sebetulnya kata Kastanya, jika dikaji secara ilmiah dan berkembang selama ini adalah model agroforesri, yang bisa mengkobinasikan semua sektor kehutanan pertanian, pertenakan, yang bisa dikembangkan dengan perikanan, mengingat panjang garis pantai sekitar 10 ribu kilometer.
"Ini bisa dikembangkan menjadi agroforesri. Jadi kombuinasi kehutanan, peternakan, perikanan kita bisa menjadikannya sebagai objek wisata. Sehingga menjadi sebuah model," ucapnya.
Lanjutnya, pada tahun 2015-2016 pihaknya telah menyelenggarakan melalui Gubernur yang mendorong seminar agroforesri di Maluku dan seminar international bersama Unpatti untuk menetapkan agroforesri sebagai sebuah sistem pengelolaan lahan atau sistem pertanian pulau-pulau kecil.
Menurut Kastanya, ini sangat penting untuk dikaji secara bersama. Karena melalui sistem ini dengan menghadapi perubahan iklim yang mempunyai kerentanan yang sangat tinggi di pulau-pulau kecil, sistem agroforesri bisa mengendalikan semua proaes, dampak dari perubahan iklim, sehingha sistim ini cocok untuk dikembangkan.
"Seminar ini akan berlangsung untuk mengkaji itu semua," katanya.
Dirinya berharap dari seminar ini ada pemahaman dari semua stakeholder, mengingat pembangunan perhutanan sosial dalam rangka mendorong kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestatian lingkungan,
"Itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh hanya satu sektor, tetapi semua sektor dan stakeholder berperan dalam proses pengembangan perhutanan sosial," pungkasnya.
Kegiatan yang diselenggarakah oleh panitia yang dibentuk oleh Gubernur Maluku, Said Assgaaff, diketuai Kepala Balai Perhutanan Sosial dan kemitraan Lingkungan Maluku Papua, Yusup, akan berlangsung dari tanggal 9-10 November 2018 di Natsepa Hotel.
Dalam konfrenesi pers yang berlangsung di Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Wakil Ketua panitia penyelenggara, Prof. Dr. Ir. Agustinus Kastanya mengatakan, seminar yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk mensosialisasikan kegiatan perhutunan sosial dan perkembangannya bagi pemangku kepentingan di Maluku, sebagai wadah untuk penyatuan presepsi setiap pemangku kepentingan terhadap proses dan kegiatan perhutanan sosial di Maluku dan upaya mengembalikan kejayaan rempah-rempah di Maluku dan mensinergikan peran pentahelix dalam mendukung kegiatan perhutanan sosial untuk kejayaan rempah-rempah di Maluku.
Dijelaskan, peserta yang akan mengikuti kegiatan ini sebanyak 212 orang yang berasal dari pemangku kepentingan di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup, Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan UKM serta kementerian Pariwisata.
Sedangkan narasumber yang dihadirkan berjumlah 18 orang yang berasal dari Kementerian, akademisi, pemda, pengusaha dan perbankan.
Lebih lanjut dikatakan, perhutana sosial didefenisikan dalam permen LHK no 83/2016 sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan, atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama, untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan.
Dirinya mengungkapkan, kegiatan perhutanan sosial di Maluku di tahun ini sekitar 64.553 hektar, yang mencakup 48 izin, dan meliputi 8.987 kepala keluarga. Dimana, ada sebagian yang sudah diusulkan dan masih dalam proses verifikasi dan pada akhirnya pada penetapan izin.
"Diperkirakan di Maluku sekitar 200 ribu lebih hektar akan diberikan kepada masyarakat, sesuai target yang sudah ditetapkan baik pempus melalui peta indikatif, yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Maluku," tuturnya.
Lanjutnya, pengembangan perhutanan sosial berdasarkan kearifan lokal masyarakat, sudah dikembangkan rempah-rempah dalam sistim dusun terutama di pulau Lease, Maluku tengah dan hampir seluruh Maluku dengan nama spesifik di masing-masing wilayah.
Dusun ini sebetulnya kata Kastanya, jika dikaji secara ilmiah dan berkembang selama ini adalah model agroforesri, yang bisa mengkobinasikan semua sektor kehutanan pertanian, pertenakan, yang bisa dikembangkan dengan perikanan, mengingat panjang garis pantai sekitar 10 ribu kilometer.
"Ini bisa dikembangkan menjadi agroforesri. Jadi kombuinasi kehutanan, peternakan, perikanan kita bisa menjadikannya sebagai objek wisata. Sehingga menjadi sebuah model," ucapnya.
Lanjutnya, pada tahun 2015-2016 pihaknya telah menyelenggarakan melalui Gubernur yang mendorong seminar agroforesri di Maluku dan seminar international bersama Unpatti untuk menetapkan agroforesri sebagai sebuah sistem pengelolaan lahan atau sistem pertanian pulau-pulau kecil.
Menurut Kastanya, ini sangat penting untuk dikaji secara bersama. Karena melalui sistem ini dengan menghadapi perubahan iklim yang mempunyai kerentanan yang sangat tinggi di pulau-pulau kecil, sistem agroforesri bisa mengendalikan semua proaes, dampak dari perubahan iklim, sehingha sistim ini cocok untuk dikembangkan.
"Seminar ini akan berlangsung untuk mengkaji itu semua," katanya.
Dirinya berharap dari seminar ini ada pemahaman dari semua stakeholder, mengingat pembangunan perhutanan sosial dalam rangka mendorong kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestatian lingkungan,
"Itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh hanya satu sektor, tetapi semua sektor dan stakeholder berperan dalam proses pengembangan perhutanan sosial," pungkasnya.
from Berita Maluku Online 9 November Bakal Berlangsung Seminar Nasional Rempah-Rempah di Maluku - Berita Harian Teratas