AMBON - BERITA MALUKU. Provinsi Maluku termasuk dalam perairan rawan tsunami.
Bahkan bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda beberapa waktu lalu pun bisa terjadi di Maluku. Karena selama ini pemantauan tsunami hanya berdasarkan kejadian gempa di dasar laut. Padahal tsunami di Selat Sunda tidak diawali dengan gempa.
"Kalau gempa di dasar laut dengan kekuatan 7 Skala Richter bisa membangkitkan tsunami. Seluruh dunia menggunakan sistem itu. Namun, setelah kejadian Selat Sunda, disitu tiba-tiba ada tsunami tapi kok tidak ada gempa. Itu pun bisa terjadi di wilayah Maluku. Karena ada gunung-gunung di Selat Sunda itu dibangkitkan dengan erupsi gunung api bawah laut yang kemudian mengakibatkan lerengnya longsor. Semacam itu bisa terjadi disini," ujar Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati saat dikonfirmasi awak media di sela-sela pembukaan Sekolah Lapang Nelayan (SLN) 2019 di Hotel Marina Ambon, Senin (25/3).
Mwnurutnya, tsunami tidak dapat diprakirakan, berbeda dengan cuaca dan gelombang tinggi sehingga pihaknya bisa memberikan peringatan dini tiga hari sebelumnya.
"Kalau tsunami tidak bisa, makanya bagaimana untuk selamat maka jangan menunggu prakiraan. Sewaktu-waktu anda di pantai merasakan guncangan yang kuat, harus lari ke gunung atau tempat yang lebih tinggi. Kalau ada erupsi gunung api bawah laut yang akan mengarahkan pusat vulkanologi dibawah Badan Geologi," ucapnya.
Untuk itu, nelayan dan masyarakat harus diingatkan untuk waspada hal tersebut.
Dirinya mencotohkan tsunami yang terjadi di Kota Palu yang datang lebih cepat dari peringatan dini.
"Harusnya gempa seperti di Palu, negara lain seperti Amerika dan Jepang tidak memberikan peringatan dini tsunami karena gempa di Palu itu patahan geser yang tidak mungkin mengungkit air laut dan terjadinya bertabrakan dengan darat. Tetapi tetap terjadi tsunami, karena penyebabnya bukan gempa yaitu ada longsor," tuturnya.
Artinya kata dia, kita tidak harus bergantung pada peringatan dini tsunami.
Oleh karena, dirinya mengajak nelayan, masyarakat dan Pemda untuk menggunakan kearifan lokal, apabila dirasakan gempa yang kuat meskipun tidak ada peringatan dini segera evakuasi diri ke arah gunung. Nelayan juga begitu, yang sudah dilaut jangan ke pantai, karena yang berbahaya itu yang di wilayah pantai. Kalau ada di tengah laut itu lebih aman.
Disinggung deteksi gunung api bawah laut, dikatakannya itu bukan tupoksi BMKG. "Kami tidak melakukan deteksi gunung api bawah laut, itu di badan geologi dan Kementerian ESDM," tandasnya.
Bahkan bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda beberapa waktu lalu pun bisa terjadi di Maluku. Karena selama ini pemantauan tsunami hanya berdasarkan kejadian gempa di dasar laut. Padahal tsunami di Selat Sunda tidak diawali dengan gempa.
"Kalau gempa di dasar laut dengan kekuatan 7 Skala Richter bisa membangkitkan tsunami. Seluruh dunia menggunakan sistem itu. Namun, setelah kejadian Selat Sunda, disitu tiba-tiba ada tsunami tapi kok tidak ada gempa. Itu pun bisa terjadi di wilayah Maluku. Karena ada gunung-gunung di Selat Sunda itu dibangkitkan dengan erupsi gunung api bawah laut yang kemudian mengakibatkan lerengnya longsor. Semacam itu bisa terjadi disini," ujar Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati saat dikonfirmasi awak media di sela-sela pembukaan Sekolah Lapang Nelayan (SLN) 2019 di Hotel Marina Ambon, Senin (25/3).
Mwnurutnya, tsunami tidak dapat diprakirakan, berbeda dengan cuaca dan gelombang tinggi sehingga pihaknya bisa memberikan peringatan dini tiga hari sebelumnya.
"Kalau tsunami tidak bisa, makanya bagaimana untuk selamat maka jangan menunggu prakiraan. Sewaktu-waktu anda di pantai merasakan guncangan yang kuat, harus lari ke gunung atau tempat yang lebih tinggi. Kalau ada erupsi gunung api bawah laut yang akan mengarahkan pusat vulkanologi dibawah Badan Geologi," ucapnya.
Untuk itu, nelayan dan masyarakat harus diingatkan untuk waspada hal tersebut.
Dirinya mencotohkan tsunami yang terjadi di Kota Palu yang datang lebih cepat dari peringatan dini.
"Harusnya gempa seperti di Palu, negara lain seperti Amerika dan Jepang tidak memberikan peringatan dini tsunami karena gempa di Palu itu patahan geser yang tidak mungkin mengungkit air laut dan terjadinya bertabrakan dengan darat. Tetapi tetap terjadi tsunami, karena penyebabnya bukan gempa yaitu ada longsor," tuturnya.
Artinya kata dia, kita tidak harus bergantung pada peringatan dini tsunami.
Oleh karena, dirinya mengajak nelayan, masyarakat dan Pemda untuk menggunakan kearifan lokal, apabila dirasakan gempa yang kuat meskipun tidak ada peringatan dini segera evakuasi diri ke arah gunung. Nelayan juga begitu, yang sudah dilaut jangan ke pantai, karena yang berbahaya itu yang di wilayah pantai. Kalau ada di tengah laut itu lebih aman.
Disinggung deteksi gunung api bawah laut, dikatakannya itu bukan tupoksi BMKG. "Kami tidak melakukan deteksi gunung api bawah laut, itu di badan geologi dan Kementerian ESDM," tandasnya.
from Berita Maluku Online Maluku Masuk Perairan Rawan Tsunami - Berita Harian Teratas