AMBON - BERITA MALUKU. Terhitung mulai dari tahun 2012 sampai 2020 sudah ada 22 orang penyelenggara, baik itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Pemilu) di Maluku dipecat karena terbukti melanggar kode etik, berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Umum (DKPP).
22 orang penyelenggara yang dipecat termasuk dalam 213 orang penyelenggara yang dipanggil untuk diperiksa terkait dugaan pelanggaran etika, 88 orang diberikan teguran tertulis, 98 orang tidak terbukti.
Menyikapi hal itu, menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang terhitung 5 hari lagi dilaksanakan pada 9 Desember mendatang, DKPP mewanti-wanti KPU dan Bawaslu agar dalam pelaksanaannya bisa bekerja dengan jujur, sehingga proses Pilkada bisa berjalan dengan baik.
Hal ini disampaikan, Anggota DKPP, Alfitra Salam sebagai narasumber pada Ngetren Media: Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu Dengan Media oleh DKPP, yang berlangsung di salah satu hotel di Ambon, kemarin malam. Narasumber yang juga dihadirkan, Tenaga Ahli DKPP, Ferry Faturohkman, dan Tim Astensi DKPP, Sakur.
Dijelaskan, ada beberapa hal yang bisa membuat penyelenggara dipecat, apabila terbukti memindahkan dan mengurangi suara dalam Pilkada atau Pemilu.
“Misalnya ada 77 suara menjadi 7, 93 tinggal 3. Yang perlu diingat suara ini mahkota,” ucapnya.
Hal lainnya, berkaitan money politik yang berujung pada keberpihakan penyelenggara kepada salah satu kandidat.
“Yang jelas berkaitan kejujuran menerima uang, ada bukti transfer tidak ada kata ampun,” tegasnya.
Terakhir, ungkap Assalam hal lain yang turut mempengaruhi bisa dipecat apabila penyelenggara terbukti selingkuh.
“Jadi selingkuh juga termasuk dalam pemecatan,” cetusnya.
Untuk itu, dirinya menghimbau kepada masyarakat, jika ada hal-hal seperti ini yang dilakukan oleh penyelenggara KPU maupun Bawaslu silahkan laporkan untuk diproses DKPP.
Lebih lanjut diuraikannya, ada tiga hal yang bisa terjadi dalam Pilkada kali ini, satu berkaitan dengan money politik, dimana hal ini masih akan digunakan oleh calon kepala daerah, baik itu petahana atau calon kepala daerah lain tetap menggunakan uang untuk instrumen kemenangan.
Apalagi, jelasnya di dalam Pilkada kali ini, uang akan beredar mencapai Rp30 Triliun, belum lagi uang untuk mahar.
“Saya perkirakan di masa tenang dari tanggal 6-8 Desember merupakan kesemapatan bagi kandidat menerapkan money politik atau serangan darat," ungkapnya.
Kedua, berkaitan mobilisasi Aparatur Sipil Negara, dilakukan oleh Petahana, dikarenakan janji apakah naik pangkat apakah itu jabatan eselon IV, III, maupun II. Dimana hal ini sulit dikontrol oleh Bawaslu
“Jadi mobilisasi ASN menjadi instrumen kepala daerah dan ini ancaman paling sering di dalam pilkada 2020,” tandasnya.
Ketiga berkaitan dengan Bantuan Sosial, menurutnya momentum ini digunakan oleh petahanan untuk membuat citranya bagus di masyarakat.
“Jadi tiga ancaman yang akan mempengaruhi proses pilkada 2020,” pungkasnya.
from Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku DKPP Ingatkan KPU Dan Bawaslu, Tercatat 22 Penyelenggara Dipecat - Berita Harian Teratas