Keluarga korban saat hadir di halaman PN Timika pada tanggal 9 Februari 2023 (Foto:salampapua.com/Acik) |
SALAM PAPUA (TIMIKA) – Kuasa Hukum keluarga empat korban pembunuhan warga Nduga yang disertai mutilasi, menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Timika, Papua Tengah, mengabaikan prinsip persidangan terbuka untuk umum.
Kuasa Hukum keluarga empat korban, Weltermans Tahulending mewakili dua rekan lainnya, yaitu Yoksan Balan,S.H dan Helmi,S.H menyampaikan bahwa tanggal 9 Februari 2023 merupakan lanjutan proses persidangan terhadap 3 terdakwa warga sipil di PN Timika, dimana dalam persidangan berkas perkara terpisah ini para terdakwa yang dihadirkan adalah Adre Pudjianto Lee Alias Jainal Alias Jack, Dul Umam Alias Ustad Alias Umam dan Rafles Lakasa Alias Rafles dengan Nomor Perkara : 7/Pid.B/2023/PN Tim.
Adapun agenda persidangannya yaitu tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Keberatan/Eksepsi para Terdakwa melalui Kuasa Hukumnya, dimana Jaksa dalam tanggapannya menolak seluruh dalil-dalil Keberatan/Eksepsi para Terdakwa tersebut sehingga Majelis Hakim pemeriksa perkara a quo menunda persidangan dan dilanjutkan pada hari Selasa, 14 Februari 2023 dengan agenda Putusan Sela.
Sedangkan untuk 1 terdakwa warga sipil lainnya dalam perkara yang sama yang mana berkas perkaranya dipisah yaitu Terdakwa Roy Marten Howay Alias Roy dengan Register Perkara Nomor : 8/Pid.B/2023/ PN.Tim, persidangannya sudah berlangsung pada tanggal 8 Februari 2023 dengan agenda Pemeriksaan Saksi memberatkan dari Jaksa Penuntut Umum dan kemudian ditunda serta dilanjutkan kembali pada hari Selasa, 14 Februari 2023 dengan agenda yang sama.
Dari seluruh rangkaian proses persidangan terhadap 4 terdakwa ini, yang menjadi konsen dan perhatian Kuasa Hukum maupun Keluarga Korban adalah tentang larangan pengambilan foto, video maupun melakukan siaran langsung melalui media , yang mana dari awal persidangan tanggal 26 Januari 2023 lalu dalam tahapan agenda dakwaan sampai dengan lanjutan persidangan tanggal 9 Februari 2023 Majelis Hakim dalam hal ini Ketua Majelis Hakim tetap melarang dan tidak memberikan akses bagi kuasa hukum, keluarga korban untuk melakukan pengambilan foto, video dan juga siaran langsung.
“Majelis Hakim Pemeriksa Perkara melalui Ketua Mejelis Hakim hanya memperbolehkan mengambil foto dan video sebelum persidangan dimulai dan juga setelah persidangan ditutup,” ungkap Walter dalam rilisnya yang dikirim ke redaksi salampapua.com, Jumat (10/2/2023).
Berkaitan dengan larangan tersebut, selaku kuasa hukum bersama keluarga korban sudah mencoba berkoordinasi dengan pihak pengadilan dan memasukan surat permohonan tertulis sebanyak dua kali.
Pertama tertanggal 27 Januari 2023 menyurati Ketua Pengadilan Cq. Majelis Hakim pemeriksa perkara dengan tuntutan memohon Persidangan dilakukan 2 kali dalam seminggu, menyediakan mikrofon untuk digunakan dalam persidangan, mengizinkan keluarga korban atau kuasa hukum untuk mengambil foto, video maupun melakukan siaran langsung selama proses persidangan berlangsung dan mengizinkan keluarga korban untuk membentangkan spanduk yang berisi tuntutan keadilan.
Kedua ialah memohon agar memperbolehkan keluarga korban untuk masuk ke dalam lingkungan pengadilan untuk mengawal, memantau serta menyaksikan seluruh rangkaian proses persidangan yang berlangsung dan surat kedua pada tanggal 6 Februari 2023 dengan permohonan yang sama.
Selanjutnya, oleh karena permohonan berkaitan dengan pengambilan foto, video maupun melakukan siaran langsung lewat media sosial tidak dizinkan oleh ketua pengadilan maupun majelis hakim pemeriksa perkara, sehingga terhadap sikap tersebut dianggap adalah bentuk sikap yang sangat tidak profesional, sikap diskriminatif serta majelis hakim pemeriksa perkara menunjukkan proses persidangan ini sangat merugikan keluarga korban yang menghadiri persidangan. Selain itu juga berdampak adanya ketidakadilan bagi keluarga korban yang tidak bisa mengikuti persidangan secara langsung, baik yang ada di depan halaman pengadilan, yang ada di kota Jayapura yang saat ini masih mengawal proses persidangan di Pengadilan Militer III Jayapura terhadap 4 Terdakwa anggota TNI dalam kasus yang sama.
Disampaikan, juga bahwa Ketua Pengadilan maupun Majelis Hakim pemeriksa perkara a quo dapat bersikap profesional dan menjalankan prinsip peradilan terbuka untuk umum dengan lebih transparan dan mengabulkan permohonan kuasa hukum dan keluarga korban agar bisa mengambil contoh atas proses persidangan di Pengadilan Militer III Jayapura atas perkara yang sama serta persidangan lainnya seperti kasus Ferdi Sambo yang persidangannya diberikan akses baik dalam pengambilan foto, video dan persidangan tersebut. Bahkan disiarkan secara langsung lewat stasiun televisi tanpa mengganggu jalannya proses persidangan serta mengurangi profesional Majelis Hakim selama proses persidangan.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut kuasa hukum dan keluarga korban memohon agar dalam persidangan terhadap ke 4 terdakwa sipil dalam kasus Mutilasi 4 Warga Sipil Nduga dapat dilakukan secara profesional dan juga transparan sebagaimana prinsip peradilan yang terbuka untuk umum.
“Diharapkan Mahkamah Agung, Komisi Yudisial untuk mengawal serta dapat memberikan teguran kepada sikap dari Ketua Pengadilan maupun Majelis Hakim pemeriksa perkara a qou dan juga kepada Komnas HAM RI maupun Komnas HAM perwakilan Papua dapat hadir untuk mengawal proses persidangan dalam perkara ini,” ujarnya.
Wartawan : Acik
Editor : Jimmy
from SALAM PAPUA Hakim PN Timika Dinilai Abaikan Prinsip Persidangan Terbuka Dalam Kasus Pembunuhan Warga Nduga - Berita Harian Teratas