BERITA MALUKU. Jaksa Penuntut Umum Kejari Ambon, Lilia Heluth meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan vonis enam tahun penjara terhadap Rocky Tosil, pacar dari Silvana Lekatompessy yang merupakan pelaku aborsi.
Tuntutan jaksa disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim PN setempat, S Pujiono didampingi Hamzah Khailul dan Sofyan Parerungan selaku hakim anggota di Ambon, Selasa (19/9/2017).
"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 77 huruf A juncto pasal 45 huruf A Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana," kata jaksa.
Selain dituntut enam tahun penjara, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Kemudian untuk terdakwa Silvana Lekatompessy dituntut lima tahun penjara, denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Fredik Seralurin yang merupakan pelaku pemberi obat aborsi dituntut lima tahun penjara, denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan.
Silvana Lekatompessy yang merupakan seorang mahasiswi ini ditahan penyidik Polres Ambon sejak 31 Maret 2017.
Dia bersama kekasihnya Rocky Tosil dan saksi Fredek Selalurin (19) pada 27 Februari 2017 sekitar pukul 15.30 WIT di kamar kost saksi Fredek di kawasan Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon, dengan sengaja melakukan perbuatan aborsi terhadap anak yang masih dalam kandungan.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan alasan dan tatacara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Terdakwa bersama Roky awalnya menjalin hubungan pacaran sejak Desember 2016 dan melakukan hubungan intim lebih dari sekali.
Kemudian pada Februari 2017, terdakwa mengalami terlambat datang bulan dan memberitahukan kondisi ini kepada pacarnya Roky sehingga pacarnya menganjurkan untuk dilakukan tespact atau tes kehamilan dan hasilnya diberitahukan kepada saksi bahwa dirinya positif hamil.
Karena panik dan takut diketahui orang tua dan mereka berdua berencana menggugurkan kandungan, dimana Roky awalnya memberikan obat-obatan dan kiranti kepada pacarnya dengan tujuan menggugurkan kandungan namun ternyata tidak berhasil.
Mereka lalu mendatangi tempat kost saksi Fredek menanyakan apakah yang bersangkutan memiliki obat yang bisa menggugurkan kandungan atau tidak.
Meski ditolak berulang kali oleh saksi Edy, terdakwa dan pacarnya terus memaksa sehingga akhirnya saksi memberikan obat sebanyak tiga tablet jenis gastrul dengan syarat satu butir obat dibayar Rp20.000.
Setelah diberikan penjelasan cara pemakaiannya, terdakwa bersama pacarnya masuk dalam kamar mandi dimana terdakwa menelan dua butir dan satunya dimasukan saksi Roky ke dalam kelamin terdakwa.
Obat tersebut menimbulkan reaksi nyeri perut yang sangat kuat terhadap terdakwa dan akhirnya janin dalam kandungan tersebut berhasil digugurkan.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum para terdakwa, Sisca Louhenapessy.
Tuntutan jaksa disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim PN setempat, S Pujiono didampingi Hamzah Khailul dan Sofyan Parerungan selaku hakim anggota di Ambon, Selasa (19/9/2017).
"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 77 huruf A juncto pasal 45 huruf A Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana," kata jaksa.
Selain dituntut enam tahun penjara, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Kemudian untuk terdakwa Silvana Lekatompessy dituntut lima tahun penjara, denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Fredik Seralurin yang merupakan pelaku pemberi obat aborsi dituntut lima tahun penjara, denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan.
Silvana Lekatompessy yang merupakan seorang mahasiswi ini ditahan penyidik Polres Ambon sejak 31 Maret 2017.
Dia bersama kekasihnya Rocky Tosil dan saksi Fredek Selalurin (19) pada 27 Februari 2017 sekitar pukul 15.30 WIT di kamar kost saksi Fredek di kawasan Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon, dengan sengaja melakukan perbuatan aborsi terhadap anak yang masih dalam kandungan.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan alasan dan tatacara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
Terdakwa bersama Roky awalnya menjalin hubungan pacaran sejak Desember 2016 dan melakukan hubungan intim lebih dari sekali.
Kemudian pada Februari 2017, terdakwa mengalami terlambat datang bulan dan memberitahukan kondisi ini kepada pacarnya Roky sehingga pacarnya menganjurkan untuk dilakukan tespact atau tes kehamilan dan hasilnya diberitahukan kepada saksi bahwa dirinya positif hamil.
Karena panik dan takut diketahui orang tua dan mereka berdua berencana menggugurkan kandungan, dimana Roky awalnya memberikan obat-obatan dan kiranti kepada pacarnya dengan tujuan menggugurkan kandungan namun ternyata tidak berhasil.
Mereka lalu mendatangi tempat kost saksi Fredek menanyakan apakah yang bersangkutan memiliki obat yang bisa menggugurkan kandungan atau tidak.
Meski ditolak berulang kali oleh saksi Edy, terdakwa dan pacarnya terus memaksa sehingga akhirnya saksi memberikan obat sebanyak tiga tablet jenis gastrul dengan syarat satu butir obat dibayar Rp20.000.
Setelah diberikan penjelasan cara pemakaiannya, terdakwa bersama pacarnya masuk dalam kamar mandi dimana terdakwa menelan dua butir dan satunya dimasukan saksi Roky ke dalam kelamin terdakwa.
Obat tersebut menimbulkan reaksi nyeri perut yang sangat kuat terhadap terdakwa dan akhirnya janin dalam kandungan tersebut berhasil digugurkan.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum para terdakwa, Sisca Louhenapessy.