BERITA MALUKU. Media mempunyai kebebasan, namun sebaiknya mempertimbangkan kepentingan nasional, media juga jangan menjadi pengikut media sosial. Hal ini disampaikan mantan anggota Dewan Pers Agus Sudibyo dalam diskusi bertajuk: “Indonesia Optimis; Peran Konkret Media Membangun Optimisme Bangsa Melalui Pemberitaan”. Diskusi ini diadakan Kaukus Muda Indonesia di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih No 32, Gambir, Jakarta Pusat, pada Senin Sore, 23 April 2018, mulai pukul 14.00 – 17.00 WIB. Demikian rilis diskusi di Dewan Pers besama wartawan senior dan pengamat media yang disampaikan Info Komunikonten kepada media ini, Selasa (24/4/2018).
Hadir sebagai narasumber: 1) Auri Jaya, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia, 2) Prof. Dr. Henry Subiakto, Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Media Massa Kemenkominfo RI, 3) Jodhi Yudono, Ketua Umum Ikatan Wartawan Online, 4) Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, dan 6) Agus Sudibyo, Pengamat Media.
“Saat bencana tsunami di Jepang, seperti ada pemahaman bersama insan pers, agar foto dan narasi yang dikeluarkan oleh media tidak banyak memuat kesedihan dan reruntuhan, hal ini untuk membangkitkan optimisme dan menjaga kepentingan nasional Jepang”, jelas Agus Sudibyo.
Narasumber lainnya, Auri Jaya, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia mengatakan bahwa media harus memberitakan fakta, memang kadangkala tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau bahkan penguasa, namun itulah tugas media. “Yang terpenting adalah media jangan memuat hoax, ujaran kebencian, saya bersama teman-teman di SMSI memiliki komitmen yang kuat untuk itu, demikian juga dengan membangun optimisme bangsa lewat pers”, jelas Auri Jaya.
Sementara itu, Jodhi Yudono, Ketua Umum Ikatan Wartawan Online dalam paparannya menjelaskan bahwa dirinya tetap optimis dunia pers Indonesia mampu menjadikan Indonesia ini lebih baik, masih banyak wartawan-wartawan idealis dengan kapasitas mumpuni yang kita miliki. Menurut Jodhi, memang ada keresahan bahwa media semakin dipengaruhi oleh kepentingan bisnis dan politik. “Sekarang masyarakat sudah punya media sosial juga, mereka juga menilai media, karena itu di Ikatan Wartawan Online Indonesia, kami terus berbenah meningkatkan kompetensi wartawan, saya memanfaatkan kunjungan ke daerah dengan banyak diskusi non formal”, kata Jodhi Yudono.
Terkait peran media membangun optimisme, pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria dalam paparannya menceritakan tentang organisasi Perhimpunan Indonesia (PI). Menurut Hariqo, sejarah mencatat bahwa yang membangun sikap optimis bahwa Indonesia pasti merdeka salah satunya adalah majalah Indonesia Merdeka yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia tahun 1924, saat itu Ketuanya adalah Nazir Datuk Pamoetjak (Lahir di Solok, Sumatera Barat, 10 April 1987). Hariqo menambahkan ini sesuai seperti yang dikatakan Harold Adam Innis bahwa Peradaban dan sejarah ditentukan oleh media yang menonjol pada masanya.
“Mumpung masih April, jangan lupakan Nazir Datuk Pamoetjak (Lahir di Solok, Sumatera Barat, 10 April 1987), ia perintis kemerdekaan Indonesia. Tahun 1924 ia menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia. Ia dan teman-temannya mengubah nama Majalah Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Putrinya masih hidup hingga sekarang, Namanya Lidia Djunita Pamoentjak. Majalah Indonesia Merdeka membangkitkan optimisme bahwa Indonesia akan merdeka, selain itu juga mengkritik Belanda. Jadi media itu selain membangun sikap optimis, juga sebagai kontrol terhadap penguasa, ini tak bisa dipisahkan dan sudah dicontohkan para pendiri bangsa kita. Idealnya media membangun masyarakat yang optimis dan waspada. Optimis saja tidak cukup, kita juga perlu waspada” papar Hariqo
Narasumber lainnya, yaitu Prof. Dr. Henry Subiakto, Staf Ahli Menkominfo RI yang juga Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga dalam presentasinya menjelaskan bahwa: Optimisme itu keyakinan dari segi yang baik dan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal. Orang bersikap, beropini hingga berperilaku, ditentukan oleh the pictures in our heads. The pictures in our heads dibangun oleh pengalaman pribadi dan informasi, termasuk dari media.
Henry Subiakto juga memaparkan beberapa isu politik yang akan terus dijadikan objek hoax menuju Pilpres 2019 nanti, diantaranya: isu jati diri Presiden Jokowi, isu serbuan China ke Indonesia, isu bangkitnya PKI, Isu penguasaan asing dan aseng, isu ulama dizalimi, isu Indonesia bubar.
Henry Subiakto menambahkan bahwa ada juga hoax yang mengatakan bahwa pemerintah hanya menutup media-media Islam, menurut Henry ini sama sekali tidak benar, kami sangat terbuka menyampaikan datanya, bahkan kami pernah menutup website yang mengatasnamakan pendukung Presiden Jokowi juga karena melanggar.
“Jika ada konten yang melanggar, masyarakat dapat menghubungi kami langsung atau kirim email, silahkan cek di website: aduankonten@mail.kominfo.go.id dan http://trustpositif.kominfo.go.id”, jelas Henry Subiakto.
Hadir sebagai narasumber: 1) Auri Jaya, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia, 2) Prof. Dr. Henry Subiakto, Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Media Massa Kemenkominfo RI, 3) Jodhi Yudono, Ketua Umum Ikatan Wartawan Online, 4) Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, dan 6) Agus Sudibyo, Pengamat Media.
“Saat bencana tsunami di Jepang, seperti ada pemahaman bersama insan pers, agar foto dan narasi yang dikeluarkan oleh media tidak banyak memuat kesedihan dan reruntuhan, hal ini untuk membangkitkan optimisme dan menjaga kepentingan nasional Jepang”, jelas Agus Sudibyo.
Narasumber lainnya, Auri Jaya, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia mengatakan bahwa media harus memberitakan fakta, memang kadangkala tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau bahkan penguasa, namun itulah tugas media. “Yang terpenting adalah media jangan memuat hoax, ujaran kebencian, saya bersama teman-teman di SMSI memiliki komitmen yang kuat untuk itu, demikian juga dengan membangun optimisme bangsa lewat pers”, jelas Auri Jaya.
Sementara itu, Jodhi Yudono, Ketua Umum Ikatan Wartawan Online dalam paparannya menjelaskan bahwa dirinya tetap optimis dunia pers Indonesia mampu menjadikan Indonesia ini lebih baik, masih banyak wartawan-wartawan idealis dengan kapasitas mumpuni yang kita miliki. Menurut Jodhi, memang ada keresahan bahwa media semakin dipengaruhi oleh kepentingan bisnis dan politik. “Sekarang masyarakat sudah punya media sosial juga, mereka juga menilai media, karena itu di Ikatan Wartawan Online Indonesia, kami terus berbenah meningkatkan kompetensi wartawan, saya memanfaatkan kunjungan ke daerah dengan banyak diskusi non formal”, kata Jodhi Yudono.
Terkait peran media membangun optimisme, pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria dalam paparannya menceritakan tentang organisasi Perhimpunan Indonesia (PI). Menurut Hariqo, sejarah mencatat bahwa yang membangun sikap optimis bahwa Indonesia pasti merdeka salah satunya adalah majalah Indonesia Merdeka yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia tahun 1924, saat itu Ketuanya adalah Nazir Datuk Pamoetjak (Lahir di Solok, Sumatera Barat, 10 April 1987). Hariqo menambahkan ini sesuai seperti yang dikatakan Harold Adam Innis bahwa Peradaban dan sejarah ditentukan oleh media yang menonjol pada masanya.
“Mumpung masih April, jangan lupakan Nazir Datuk Pamoetjak (Lahir di Solok, Sumatera Barat, 10 April 1987), ia perintis kemerdekaan Indonesia. Tahun 1924 ia menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia. Ia dan teman-temannya mengubah nama Majalah Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Putrinya masih hidup hingga sekarang, Namanya Lidia Djunita Pamoentjak. Majalah Indonesia Merdeka membangkitkan optimisme bahwa Indonesia akan merdeka, selain itu juga mengkritik Belanda. Jadi media itu selain membangun sikap optimis, juga sebagai kontrol terhadap penguasa, ini tak bisa dipisahkan dan sudah dicontohkan para pendiri bangsa kita. Idealnya media membangun masyarakat yang optimis dan waspada. Optimis saja tidak cukup, kita juga perlu waspada” papar Hariqo
Narasumber lainnya, yaitu Prof. Dr. Henry Subiakto, Staf Ahli Menkominfo RI yang juga Guru Besar Komunikasi Universitas Airlangga dalam presentasinya menjelaskan bahwa: Optimisme itu keyakinan dari segi yang baik dan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal. Orang bersikap, beropini hingga berperilaku, ditentukan oleh the pictures in our heads. The pictures in our heads dibangun oleh pengalaman pribadi dan informasi, termasuk dari media.
Henry Subiakto juga memaparkan beberapa isu politik yang akan terus dijadikan objek hoax menuju Pilpres 2019 nanti, diantaranya: isu jati diri Presiden Jokowi, isu serbuan China ke Indonesia, isu bangkitnya PKI, Isu penguasaan asing dan aseng, isu ulama dizalimi, isu Indonesia bubar.
Henry Subiakto menambahkan bahwa ada juga hoax yang mengatakan bahwa pemerintah hanya menutup media-media Islam, menurut Henry ini sama sekali tidak benar, kami sangat terbuka menyampaikan datanya, bahkan kami pernah menutup website yang mengatasnamakan pendukung Presiden Jokowi juga karena melanggar.
“Jika ada konten yang melanggar, masyarakat dapat menghubungi kami langsung atau kirim email, silahkan cek di website: aduankonten@mail.kominfo.go.id dan http://trustpositif.kominfo.go.id”, jelas Henry Subiakto.
from Berita Maluku Online Indonesia Optimis, Peran Media SAngat Strategis dalam Membangun Optimisme Bangsa - Berita Harian Teratas