AMBON – BERITA MALUKU. Ada sekitar 900 Kepala Desa (Kades) di Indonesia yang ditangkap akibat melakukan tindak pidana korupsi penyelewengan Anggaran Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD), termasuk di dalamnya sejumlah Kades di Maluku, yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah seribu pulau ini.
Upaya yang dilakukan oleh penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian maupun Kejaksaan dalam memberantas korupsi ADD dan DD, nyatanya belum menggugah hati dari setiap Kades untuk menggunakan anggaran yang diperuntukan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ini dengan sebaik mungkin.
Salah satunya Kepala Desa Taniwel, Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Adrian Latue, yang diduga melakukan tindak pidana korupsi melalui proyek pembangunan infrastruktur desa, dalam hal ini pembangunan pos kamling, pembangunan Balai Pertemuan Dusun Lasahata dan pembangunan jalan tani yang yang sarat akan korupsi.
Proyek Balai Desa yang dikerjakan pada tahun 2018, yang dikerjakan diatas lahan 2X3 dengan total anggaran cukup fantasis mencapai Rp60 juta, yang tidak sebanding dengan struktur bangunan yang dicat kuning tersebut.
Apalagi bangunan yang dikerjakan, material hanya membutuhkan beberapa sak semen, gomblo, serta besi, yang tidak membutuhkan biaya besar, mengingat untuk bahan material seperti pasir diambil langsung dari kali yang berada di sekitar desa dan diangkut menggunakan mobil pribadi yang merupakan milik Kades.
Pekerjaan lain yang sarat akan dugaan korupsi lainnya, yakni pembangunan Balai Pertemuan Dusun Lasahata, yang menghabiskan anggaran dana desa sekitar Rp250 juta.
Sesuai laporan pekerjaan Balai pertemuan yang dikerjakan tahun 2017 sudah rampung 100 persen, namun nyatanya pekerjaan dilapangan tidak sesuai dengan perencanaan pembangunan, salah satunya tidak adanya WC dari Balai Pertemuan tersebut, serta pekerjaan fisik lainnya.
Hal ini tentunya membuat bangunan tersebut, sampai saat ini tidak pernah digunakan oleh masyarakat di Dusun yang masih bernaung di bawah Desa Taniwel.
Hal lainnya, anggaran yang diperuntukan untuk pembayaran lahan masyarakat yang diberikan untuk pembangunan Balai Pertemuan. Dimana lahan tersebut dihibahkan secara cuma-cuma kepada pemerintah desa. Namun di akhir pekerjaan, Kepala Desa menagih biaya lahan dari pemborong sebesar Rp10 juta. Padahal hal tersebut tidak ada dalam kesepakatan kerja antara pemborong selaku pihak ketiga pekerjaan dengan Balai Desa.
Josep Tetiene dari Desa Nukuhay selaku pihak yang mengerjakan proyek Balai Pertemuan Dusun Lasahata mengungkapkan, anggaran yang diperuntukan untuk pembangunan Balai Pertemuan Desa mencapai Rp250 juta, yang dibangun diatas lahan 16 X 8 m2.
“Anggarannya Rp250 juta, dikerjakan pakai uang pribadi saya, nanti setelah uang dana desa cair di akhir tahun 2017 baru diganti, itu kata Kades pada saat itu,” ucapnya.
Anggaran tersebut, menurutnya dari hasil koordinasi dengan Kades 100 persen murni untuk pembangunan balai pertemuan sesuai rencana anggaran biaya proyek, didalamnya terdapat Rp60 juta untuk sewa tukang, ditambah dengan biaya semen dan lain sebagainya.
Namun diakhir pekerjaan, Kades meminta Rp10 juta dengan alasan untuk pembayaran lahan masyarakat yang digunakan pembangunan balai pertemuan.
“10 juta tidak ada dalam rencana anggaran proyek, diakhir pekerjaan baru Kades meminta, ini kerja rugi namanya,” ujarnya.
Bahkan diakuinya, pembangunan Balai Pertemuan Dusun Lasahata tidak mencapai Rp250 juta, hanya Rp200 juta sekian.
“Jadi kalau dihitung-hitung hanya Rp200 juta sekian tidak mencapai Rp250 juta, untuk anggaran sisanya saya tidak tahu, tanyakan ke Kades, karena pembayaran sesuai pekerjaan,” pungkasnya.
Sesuai rencana anggaran pembangunan, kata Josep seharusnya dibangun WC, namun dibatalkan oleh pemerintah desa dalam hal ini Piet Kemuli, tanpa alasan yang pasti. Karena di dalam proses pekerjaan ada terjadi perubahan gambar.
“Yang pastinya kita sudah kerjakan, dan kunci bangunannya sudah diserahkan kepada pemerintah desa, walaupun dalam pekerjaan kita rugi,” ungkapnya.
Selain proyek pembangunan pos kamling dan balai pertemuan dusun Lasahata, ada juga proyek pembangunan lainnya yang sarat akan korupsi, yaitu Jalan Tani yang merupakan proyek tahunan dari Pemerintah Desa.
Pekerjaan yang menelan biaya yang cukup besar ini dirasakan tidak membawa dampak untuk kemajuan desa, mengingat pekerjaan tidak bisa bertahan lama (rusak), yang dikerjakan secara asal-asalan.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala Desa yang ditemui di salah satu rumah masyarakat, karena menghindar dari kejaran awak media, terlihat kaget.
Kepal Desa Adrian Latue, mengatakan seluruh program pembangunan yang ada di desa dilakukan berdasarkan kesepakatan dalam musyawarah yang disetujui oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Program-program tersebut, diantaranya pembangunan pos kamling, balai pertemuan Dusun Lasahata dan jalan tani.
Dikatakan, pos kamling merupakan proyek tahun 2018, sedangkan Balai Pertemuan Dusun Lasahata merupakan proyek tahun 2017, begitupula dengan jalan tani merupakan proyek tahunan yang terbagi di dalam dua lokasi, baik di Dusun Lasahata maupun di dalam negeri Taniwel.
Dari penjelasannya, kepala desa yang sudah menjabat dua periode ini terkesan tertutup menyangkut anggaran pembangunan dari ketiga proyek yang diduga sarat akan korupsi. Padahal selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan, Kades sudah pasti mengetahui total anggarannya.
“Untuk pos kamling ada dua, untuk anggarannya tanyakan langsung ke tim pengelola kegiatan (TPK) Maku Eli. Untuk Balai Pertemuan Dusun dan jalan tani tanyakan langsung ke Bendahara,” tuturnya.
Untuk balai Dusun Lasahata, kata Latue merupakan proyek swakelola menggunakan dana desa.
“Pada saat itu karena dana desa belum cair jadi kita menggunakan pihak ketiga untuk mengerjakan, nanti setelah cair baru kita bayarkan,” ucapnya.
Ditanya mengenai anggaran pembangunan Balai Dusun mencapai Rp250 juta berdasarkan informasi dari pihak pekerja Balai Dusun, dirinya kaget.
“Sapa yang bilang,” kata Latue dengan mimik muka yang kaget.
Dirinya mengakui, pekerjaan Balai pertemuan Dusun Lasahata juga telah selesai rampung 100 persen, namun pada kenyataan belum selesai karena tidak dibangun WC dan infrastruktur lainnya. Padahal hal tersebut terdapat dalam rencana anggaran biaya proyek.
Begitu juga dengan biaya lahan, dirinya mengakui telah membayarkan lahan yang dipakai untuk pembangunan balai Dusun kepada pemilik lahan Rp10 juta, namun nyatanya belum sama sekali dibayarkan.
Ia mengungkapkan, di tahun 2018, desa juga mendapat PAD dari Galian C 0.3 persen atau sebesar Rp39 juta di tahun 2018.
PAD tersebut, jelasnya, diperuntukan untuk bantuan mahasiswa tingkat penelitian, Guru Honorer SMP, PAUD, masyarakat yang sakit dibawa ke RSUD Piru.
“Jadi PAD ini untuk hal-hal yang tidak bisa dilaksanakan dengan ADD dan Dana Desa,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dusun Lasahata, Herman Lumamina, mengungkapkan, selama ini program yang dijalankan tidak pernah ada koordinasi dengan Kepala Desa.
“Selama ini proyek baik ADD maupun DD yang dikerjakan, Kades tidak pernah beritahu, padahal untuk pembangunan seperti ini harus melibatkan kami,” tandasnya.
Terlepas dari hal tersebut, dirinya berharap kepada Bupati Seram Bagian Barat (SBB) Yasim Payapo untuk secapatnya mengesahkan Dusun Lasahata untuk menjadi Desa. Apalagi surat keputusan Dusun Lasahata menjadi Desa persiapan telah diterbitkan pemerintah daerah provinsi Maluku sesuai nomor registrasi 11 Desember 2017.
“Kami berharap hal ini bisa didengar oleh Bupati SBB dan bisa ditindaklanjuti, paling tidak dalam tahun ini atau tahun depan sudah bisa menjadi Desa Persiapan, apalagi negeri kita sudah ada dari zaman dulu, yang merupakan negeri adat,” harapnya.
Upaya yang dilakukan oleh penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian maupun Kejaksaan dalam memberantas korupsi ADD dan DD, nyatanya belum menggugah hati dari setiap Kades untuk menggunakan anggaran yang diperuntukan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ini dengan sebaik mungkin.
Salah satunya Kepala Desa Taniwel, Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Adrian Latue, yang diduga melakukan tindak pidana korupsi melalui proyek pembangunan infrastruktur desa, dalam hal ini pembangunan pos kamling, pembangunan Balai Pertemuan Dusun Lasahata dan pembangunan jalan tani yang yang sarat akan korupsi.
Proyek Balai Desa yang dikerjakan pada tahun 2018, yang dikerjakan diatas lahan 2X3 dengan total anggaran cukup fantasis mencapai Rp60 juta, yang tidak sebanding dengan struktur bangunan yang dicat kuning tersebut.
Apalagi bangunan yang dikerjakan, material hanya membutuhkan beberapa sak semen, gomblo, serta besi, yang tidak membutuhkan biaya besar, mengingat untuk bahan material seperti pasir diambil langsung dari kali yang berada di sekitar desa dan diangkut menggunakan mobil pribadi yang merupakan milik Kades.
Pekerjaan lain yang sarat akan dugaan korupsi lainnya, yakni pembangunan Balai Pertemuan Dusun Lasahata, yang menghabiskan anggaran dana desa sekitar Rp250 juta.
Sesuai laporan pekerjaan Balai pertemuan yang dikerjakan tahun 2017 sudah rampung 100 persen, namun nyatanya pekerjaan dilapangan tidak sesuai dengan perencanaan pembangunan, salah satunya tidak adanya WC dari Balai Pertemuan tersebut, serta pekerjaan fisik lainnya.
Hal ini tentunya membuat bangunan tersebut, sampai saat ini tidak pernah digunakan oleh masyarakat di Dusun yang masih bernaung di bawah Desa Taniwel.
Hal lainnya, anggaran yang diperuntukan untuk pembayaran lahan masyarakat yang diberikan untuk pembangunan Balai Pertemuan. Dimana lahan tersebut dihibahkan secara cuma-cuma kepada pemerintah desa. Namun di akhir pekerjaan, Kepala Desa menagih biaya lahan dari pemborong sebesar Rp10 juta. Padahal hal tersebut tidak ada dalam kesepakatan kerja antara pemborong selaku pihak ketiga pekerjaan dengan Balai Desa.
Josep Tetiene dari Desa Nukuhay selaku pihak yang mengerjakan proyek Balai Pertemuan Dusun Lasahata mengungkapkan, anggaran yang diperuntukan untuk pembangunan Balai Pertemuan Desa mencapai Rp250 juta, yang dibangun diatas lahan 16 X 8 m2.
“Anggarannya Rp250 juta, dikerjakan pakai uang pribadi saya, nanti setelah uang dana desa cair di akhir tahun 2017 baru diganti, itu kata Kades pada saat itu,” ucapnya.
Anggaran tersebut, menurutnya dari hasil koordinasi dengan Kades 100 persen murni untuk pembangunan balai pertemuan sesuai rencana anggaran biaya proyek, didalamnya terdapat Rp60 juta untuk sewa tukang, ditambah dengan biaya semen dan lain sebagainya.
Namun diakhir pekerjaan, Kades meminta Rp10 juta dengan alasan untuk pembayaran lahan masyarakat yang digunakan pembangunan balai pertemuan.
“10 juta tidak ada dalam rencana anggaran proyek, diakhir pekerjaan baru Kades meminta, ini kerja rugi namanya,” ujarnya.
Bahkan diakuinya, pembangunan Balai Pertemuan Dusun Lasahata tidak mencapai Rp250 juta, hanya Rp200 juta sekian.
“Jadi kalau dihitung-hitung hanya Rp200 juta sekian tidak mencapai Rp250 juta, untuk anggaran sisanya saya tidak tahu, tanyakan ke Kades, karena pembayaran sesuai pekerjaan,” pungkasnya.
Sesuai rencana anggaran pembangunan, kata Josep seharusnya dibangun WC, namun dibatalkan oleh pemerintah desa dalam hal ini Piet Kemuli, tanpa alasan yang pasti. Karena di dalam proses pekerjaan ada terjadi perubahan gambar.
“Yang pastinya kita sudah kerjakan, dan kunci bangunannya sudah diserahkan kepada pemerintah desa, walaupun dalam pekerjaan kita rugi,” ungkapnya.
Selain proyek pembangunan pos kamling dan balai pertemuan dusun Lasahata, ada juga proyek pembangunan lainnya yang sarat akan korupsi, yaitu Jalan Tani yang merupakan proyek tahunan dari Pemerintah Desa.
Pekerjaan yang menelan biaya yang cukup besar ini dirasakan tidak membawa dampak untuk kemajuan desa, mengingat pekerjaan tidak bisa bertahan lama (rusak), yang dikerjakan secara asal-asalan.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala Desa yang ditemui di salah satu rumah masyarakat, karena menghindar dari kejaran awak media, terlihat kaget.
Kepal Desa Adrian Latue, mengatakan seluruh program pembangunan yang ada di desa dilakukan berdasarkan kesepakatan dalam musyawarah yang disetujui oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Program-program tersebut, diantaranya pembangunan pos kamling, balai pertemuan Dusun Lasahata dan jalan tani.
Dikatakan, pos kamling merupakan proyek tahun 2018, sedangkan Balai Pertemuan Dusun Lasahata merupakan proyek tahun 2017, begitupula dengan jalan tani merupakan proyek tahunan yang terbagi di dalam dua lokasi, baik di Dusun Lasahata maupun di dalam negeri Taniwel.
Dari penjelasannya, kepala desa yang sudah menjabat dua periode ini terkesan tertutup menyangkut anggaran pembangunan dari ketiga proyek yang diduga sarat akan korupsi. Padahal selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan, Kades sudah pasti mengetahui total anggarannya.
“Untuk pos kamling ada dua, untuk anggarannya tanyakan langsung ke tim pengelola kegiatan (TPK) Maku Eli. Untuk Balai Pertemuan Dusun dan jalan tani tanyakan langsung ke Bendahara,” tuturnya.
Untuk balai Dusun Lasahata, kata Latue merupakan proyek swakelola menggunakan dana desa.
“Pada saat itu karena dana desa belum cair jadi kita menggunakan pihak ketiga untuk mengerjakan, nanti setelah cair baru kita bayarkan,” ucapnya.
Ditanya mengenai anggaran pembangunan Balai Dusun mencapai Rp250 juta berdasarkan informasi dari pihak pekerja Balai Dusun, dirinya kaget.
“Sapa yang bilang,” kata Latue dengan mimik muka yang kaget.
Dirinya mengakui, pekerjaan Balai pertemuan Dusun Lasahata juga telah selesai rampung 100 persen, namun pada kenyataan belum selesai karena tidak dibangun WC dan infrastruktur lainnya. Padahal hal tersebut terdapat dalam rencana anggaran biaya proyek.
Begitu juga dengan biaya lahan, dirinya mengakui telah membayarkan lahan yang dipakai untuk pembangunan balai Dusun kepada pemilik lahan Rp10 juta, namun nyatanya belum sama sekali dibayarkan.
Ia mengungkapkan, di tahun 2018, desa juga mendapat PAD dari Galian C 0.3 persen atau sebesar Rp39 juta di tahun 2018.
PAD tersebut, jelasnya, diperuntukan untuk bantuan mahasiswa tingkat penelitian, Guru Honorer SMP, PAUD, masyarakat yang sakit dibawa ke RSUD Piru.
“Jadi PAD ini untuk hal-hal yang tidak bisa dilaksanakan dengan ADD dan Dana Desa,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dusun Lasahata, Herman Lumamina, mengungkapkan, selama ini program yang dijalankan tidak pernah ada koordinasi dengan Kepala Desa.
“Selama ini proyek baik ADD maupun DD yang dikerjakan, Kades tidak pernah beritahu, padahal untuk pembangunan seperti ini harus melibatkan kami,” tandasnya.
Terlepas dari hal tersebut, dirinya berharap kepada Bupati Seram Bagian Barat (SBB) Yasim Payapo untuk secapatnya mengesahkan Dusun Lasahata untuk menjadi Desa. Apalagi surat keputusan Dusun Lasahata menjadi Desa persiapan telah diterbitkan pemerintah daerah provinsi Maluku sesuai nomor registrasi 11 Desember 2017.
“Kami berharap hal ini bisa didengar oleh Bupati SBB dan bisa ditindaklanjuti, paling tidak dalam tahun ini atau tahun depan sudah bisa menjadi Desa Persiapan, apalagi negeri kita sudah ada dari zaman dulu, yang merupakan negeri adat,” harapnya.
from Berita Maluku Online Proyek Dana Desa Diduga Jadi Lahan Korupsi Kades Taniwel - Berita Harian Teratas