NAMLEA – BERITA MALUKU. Proyek pekerjaan bendungan raksasa Waeapo, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Pulau Buru, yang dibangun tahun 2019 lalu, kini masih meninggalkan sejumlah masalah. Buktinya, areal lahan yang merupakan hak masyarakat adat setempat dimana dibangunnya bendungan tersebut, hingga kini belum direalisir sesuai kesepakatan bersama antara pihak pemerintah atau instansi terkait dengan masyarakat adat setempat, terutama masyarakat adat dari Marga Waelua Tamar Telo.
Hal itu membuat masyarakat adat kesal dan mulai melakukan aksi tutup ruas jalan bagian bawah lokasi bendugan, sembari menuntut agar pihak terkait serius menaati kesepakan bersama yang sudah dibuat, supaya menghindari munculnya hal-hal yang tak diinginkan.
Mereka mengaku, tuntutan yang mereka lontarkan, bukannya untuk menghalang-halangi upaya kerja proyek pemerintah ini, namun diminta supaya pihak pemerintah melalui intansi terkait dalam hal ini pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku mengedepankan komitmen yang sudah dibuat sehingga masyarakat adat tak merasa ditipu.
“Kami masyarakat adat ini kesal, karena kesepakatan bersama itu belum juga direalisasi. Jadi kami lakukan aksi itu bukan kami menghalangi program pemerintah tetapi kami menuntut hak kami yang belum terbayar," ujar Kepala Adat Waelua, Manseman Latbual kepada wartawan mewakili masyarakat adat lainnya, Senin (10/2/2020).
Tokoh adat ini mengatakan, masyarakat adat setempat melakukan aksi bukan tanpa sebab, namun mereka menuntut untuk segera merealisasikan kesepakatan agar masyarakat adat Buru ini tidak dipermainkan.
Hal senada disampaikan Kepala Soa Waelua atau Kepala Suku Waelua, Aris Latbual.
Tokoh adat ini mengatakan, bahwa berkaitan dengan hal ikwal masyarakat adat Waelua Tamar Telo, tak boleh tidak harus diselesaikan secepatnya sehingga masyarakat adat merasa tidak dicurangi.
Untuk itu, kata dia, masyarakat adat setempat, menuntut beberapa hal berikut ini, antara lain, pertama; Tumbuhan alam yang potensial seperti pohon kayu putih dan lainnya yang sudah secara turun temurun merupakan penghasilan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup, kedua; Tempat keramat yang merupakan bagian dari cagar budaya perlu dilestarikan, tiga; Biaya pendidikan untuk anak sekolah harus diperhatikan, empat; Pebangunan asrama untuk anak anak sekolah, lima; Insentif untuk kepala soa dan kepala adat, enam; Rekrutmen tenaga kerja bagi pemuda Marga Waelua untuk mengurangi pengangguran, dan terakhir; mengganti rugi lahan ketel.
Tokoh adat ini meminta ada kerja sama pihak intansi terkait serta perusahan agar bisa menciptakan suasana kondusif demi lancarnya pekerjaan proyek dimaksud demi kepentingan bersama.
Sebagaimana diketahui, proyek Bendungan Waeapo ini sejak dicanangkan pembangunannya, ditandai penandatangan prasasti oleh Gubernur Maluku, Said Assagaff dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Hari Suprayogi, Selasa, 12 Februari 2019, dan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai lebih dari Rp.2 triliun lebih, dan dikerjakan oleh beberapa perusahaan. (AB)
Hal itu membuat masyarakat adat kesal dan mulai melakukan aksi tutup ruas jalan bagian bawah lokasi bendugan, sembari menuntut agar pihak terkait serius menaati kesepakan bersama yang sudah dibuat, supaya menghindari munculnya hal-hal yang tak diinginkan.
Mereka mengaku, tuntutan yang mereka lontarkan, bukannya untuk menghalang-halangi upaya kerja proyek pemerintah ini, namun diminta supaya pihak pemerintah melalui intansi terkait dalam hal ini pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku mengedepankan komitmen yang sudah dibuat sehingga masyarakat adat tak merasa ditipu.
“Kami masyarakat adat ini kesal, karena kesepakatan bersama itu belum juga direalisasi. Jadi kami lakukan aksi itu bukan kami menghalangi program pemerintah tetapi kami menuntut hak kami yang belum terbayar," ujar Kepala Adat Waelua, Manseman Latbual kepada wartawan mewakili masyarakat adat lainnya, Senin (10/2/2020).
Tokoh adat ini mengatakan, masyarakat adat setempat melakukan aksi bukan tanpa sebab, namun mereka menuntut untuk segera merealisasikan kesepakatan agar masyarakat adat Buru ini tidak dipermainkan.
Hal senada disampaikan Kepala Soa Waelua atau Kepala Suku Waelua, Aris Latbual.
Tokoh adat ini mengatakan, bahwa berkaitan dengan hal ikwal masyarakat adat Waelua Tamar Telo, tak boleh tidak harus diselesaikan secepatnya sehingga masyarakat adat merasa tidak dicurangi.
Untuk itu, kata dia, masyarakat adat setempat, menuntut beberapa hal berikut ini, antara lain, pertama; Tumbuhan alam yang potensial seperti pohon kayu putih dan lainnya yang sudah secara turun temurun merupakan penghasilan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup, kedua; Tempat keramat yang merupakan bagian dari cagar budaya perlu dilestarikan, tiga; Biaya pendidikan untuk anak sekolah harus diperhatikan, empat; Pebangunan asrama untuk anak anak sekolah, lima; Insentif untuk kepala soa dan kepala adat, enam; Rekrutmen tenaga kerja bagi pemuda Marga Waelua untuk mengurangi pengangguran, dan terakhir; mengganti rugi lahan ketel.
Tokoh adat ini meminta ada kerja sama pihak intansi terkait serta perusahan agar bisa menciptakan suasana kondusif demi lancarnya pekerjaan proyek dimaksud demi kepentingan bersama.
Sebagaimana diketahui, proyek Bendungan Waeapo ini sejak dicanangkan pembangunannya, ditandai penandatangan prasasti oleh Gubernur Maluku, Said Assagaff dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Hari Suprayogi, Selasa, 12 Februari 2019, dan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai lebih dari Rp.2 triliun lebih, dan dikerjakan oleh beberapa perusahaan. (AB)
from Berita Maluku Online Pembangunan Bendungan Waeapo Tinggalkan Masalah, Masyarakat Adat Buru Lakukan Aksi Tutup Jalan - Berita Harian Teratas