AMBON - BERITA MALUKU. Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitiasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Buru Selatan, dan beberapa daerah lain di Maluku sarat Pungutan Liar (Pungli).
Hal ini dibuktikan dengan adanya pemotongan per termin di setiap pencairan dana Pamsimas, yang dikucurkan oleh pemerintah pusat, dengan dukungan Bank Dunia.
“Jadi setiap daerah pencairan tiga kali, satu desa Rp6 juta. Di tahun 2017 sekitar 15 desa di Buru Selatan dengan total Rp90 juta,” ujar Syarief Talaohu, Fasilitator Pamsimas Buru Selatan, kepada awak media di kantor DPRD Provinsi Maluku, Rabu (26/08).
Tak hanya itu, menurutnya pungli juga terjadi Maluku Tengah pada tahun 2018, kemudian dilaporkan oleh masyarakat ke Kejaksaan, dan sudah dikembalikan oleh rums District Coordinator (DC) Maluku Tengah.
Hal serupa terjadi di tahun 2019, namun kata dia Pungli yang dilakukan oleh DC Maluku Tengah terkesan dibiarkan atau tidak ada upaya pemecatan, namun dipindahkan ke Seram Bagian Barat (SBB), sebagai upaya untuk menghilangkan kasus ini.
“Jadi DC Maluku Tengah dipindahkan ke SBB, DC SBB dipindahkan ke SBT, DC SBT dipindahkan ke Maluku Tengah, tukar menukar saja, untuk hilangkan kasus ini,” ucapnya.
Lanjutnya, Pungli Buru Selatan, sebelum hal ini disampaikan ke DPRD Provinsi Maluku, pihaknya sudah melaporkan ke Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Dari laporan tersebut, kata Talaohu, rums DC provinsi, Mohammd Borut, bekerjasama dengan Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Maluku (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela, untuk memindahkan ia bersama lima teman fasilitator di Buru Selatan ke Kepulauan Aru.
“Kami enam orang di Buru selatan, masing-masing Brian, Ridwan Hasan, Hamzah Pasuru, Edwin Sapteno, Rein Silohi, termasuk saya, di pindahkan ke Aru, sementara dari Buru dipindahkan ke MBD tanpa solusi transportasi daerah remote,” tuturnya
Karena perbedaan transportasi daerah remote Rp1,6 juta, jelasnya DC provinsi, Mohammd Borut, bekerjasama dengan Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela tidak berhasil untuk memindahkan ia bersama lima temannya.
Alhasil, ungkap dia Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela mengeluarkan rekomendasi untuk memutus kontrak, namun hal tersebut tidak berhasil.
“Karena tidak berhasil maka mereka ambang kita sampai kontrak selesai 20 Juli, tapi setelah kontrak selesai, kita punya gaji tidak dibayarkan sampai saat ini, ada yang 9 bulan, 10 sampai 11 bulan, dari oktober 2019 sampai Juli 2020,” pungkasnya.
Terkait hal ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan PT Innerindo selaku pihak ketiga yang mengelola gaji fasilitator. Hanya saja, pihak PT Innerindo mengutarakan, bahwa gaji fasilitator ditahan oleh Kepala Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela.
“Pihak ketiga merupakan juru bayar dan mereka siap membayar tapi rekomendasi tidak dikeluarkan oleh Kepala BPPW Maluku,” ungkapnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, ia bersama rekan-rekannya, pernah berupaya untuk bertemu Kepala Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela, namun selalu ditolak.
Hal ini dibuktikan dengan adanya pemotongan per termin di setiap pencairan dana Pamsimas, yang dikucurkan oleh pemerintah pusat, dengan dukungan Bank Dunia.
“Jadi setiap daerah pencairan tiga kali, satu desa Rp6 juta. Di tahun 2017 sekitar 15 desa di Buru Selatan dengan total Rp90 juta,” ujar Syarief Talaohu, Fasilitator Pamsimas Buru Selatan, kepada awak media di kantor DPRD Provinsi Maluku, Rabu (26/08).
Tak hanya itu, menurutnya pungli juga terjadi Maluku Tengah pada tahun 2018, kemudian dilaporkan oleh masyarakat ke Kejaksaan, dan sudah dikembalikan oleh rums District Coordinator (DC) Maluku Tengah.
Hal serupa terjadi di tahun 2019, namun kata dia Pungli yang dilakukan oleh DC Maluku Tengah terkesan dibiarkan atau tidak ada upaya pemecatan, namun dipindahkan ke Seram Bagian Barat (SBB), sebagai upaya untuk menghilangkan kasus ini.
“Jadi DC Maluku Tengah dipindahkan ke SBB, DC SBB dipindahkan ke SBT, DC SBT dipindahkan ke Maluku Tengah, tukar menukar saja, untuk hilangkan kasus ini,” ucapnya.
Lanjutnya, Pungli Buru Selatan, sebelum hal ini disampaikan ke DPRD Provinsi Maluku, pihaknya sudah melaporkan ke Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Dari laporan tersebut, kata Talaohu, rums DC provinsi, Mohammd Borut, bekerjasama dengan Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Maluku (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela, untuk memindahkan ia bersama lima teman fasilitator di Buru Selatan ke Kepulauan Aru.
“Kami enam orang di Buru selatan, masing-masing Brian, Ridwan Hasan, Hamzah Pasuru, Edwin Sapteno, Rein Silohi, termasuk saya, di pindahkan ke Aru, sementara dari Buru dipindahkan ke MBD tanpa solusi transportasi daerah remote,” tuturnya
Karena perbedaan transportasi daerah remote Rp1,6 juta, jelasnya DC provinsi, Mohammd Borut, bekerjasama dengan Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela tidak berhasil untuk memindahkan ia bersama lima temannya.
Alhasil, ungkap dia Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela mengeluarkan rekomendasi untuk memutus kontrak, namun hal tersebut tidak berhasil.
“Karena tidak berhasil maka mereka ambang kita sampai kontrak selesai 20 Juli, tapi setelah kontrak selesai, kita punya gaji tidak dibayarkan sampai saat ini, ada yang 9 bulan, 10 sampai 11 bulan, dari oktober 2019 sampai Juli 2020,” pungkasnya.
Terkait hal ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan PT Innerindo selaku pihak ketiga yang mengelola gaji fasilitator. Hanya saja, pihak PT Innerindo mengutarakan, bahwa gaji fasilitator ditahan oleh Kepala Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela.
“Pihak ketiga merupakan juru bayar dan mereka siap membayar tapi rekomendasi tidak dikeluarkan oleh Kepala BPPW Maluku,” ungkapnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, ia bersama rekan-rekannya, pernah berupaya untuk bertemu Kepala Kepala (BPPW) Maluku, Abdul Halil Kastela, namun selalu ditolak.
from Berita Maluku Online | Berita Terkini Dari Maluku Program Pamsimas Sarat Pungli, Kepala BPPW Maluku Tilep Gaji Fasililator - Berita Harian Teratas