BERITA MALUKU. Kasus dugaan Korupsi Bandara Moa yang saat ini bernama bandara Jos Orno-Imsula di Tiakur, telah menyeret empat orang tersangka, yakni Direktur PT. Bina Prima Taruna, Soenarko, mantan Kadishub dan Kominfo MBD, John Tangkuman, Konsultan pengawas pembanguan Bandara, Nikolas Paulus, serta mantan PLT Kadishub MBD, Paulus Miru.
Dari telusuran Berita Maluku online, sumber di Kejati Maluku, Jumat (3/11/2017) mengungkapkan, bahwa kasus ini mulai terkuak setelah dari hasil audit BPKP Maluku merilis adanya Mark Up anggaran yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,9 Milyar.
Selain itu, terdapat juga anomali harga, dimana harga bahan dan pekerjaan di tahun 2012 lebih tinggi dari harga di tahun 2013. Berdasarkan bukti inilah maka muncul dugaan kuat adanya penggelembungan anggaran untuk proyek ini.
Kasus dugaan korupsi dana proyek konstruksi Runway Bandara Moa tahun anggaran 2012 ini senilai Rp19,5 Milyar, dengan anggaran bersumber dari APBD Kabupaten MBD.
Sebelumnya, sidang korupsi landasan pacu bandara Moa berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon pada Rabu (1/11/2017) lalu dipimpin oleh Hakim Ketua, Susilo dan didampingi oleh Hakim Anggota, RA Didiek Ismiatun dan Heri Leliantono, menghadirkan saksi dari konsultan perencana desain proyek Runway Bandara Moa, Trijoko dari PT. Tridaya Pamurtia yang memenangkan tender sebagai konsultan perencana di tahun 2008 tersebut.
Dalam kesaksiannya, Trijoko menyatakan bahwa tidak masalah jika terjadi perubahan desain rancangannya saat pelaksaan pekerjaan di lapangan, pasalnya tugasnya hanya sebatas pembuat rancangan sehingga kalau ada perubahan dirinya tidak harus diberitahukan.
“Masalah pengerjaan rancangan dan pelaksanaan pekerjaan kan sendiri-sendiri, perubahan rancangan itu masalah tukangnya,” cetus Trijoko.
Seperti diketahui, pemenang tender pengerjaan landasan pacu Bandara Moa di Tiakur adalah PT. Bina Prima Taruna milik Soenarko. Dari keterangan saksi juga diketahui bahwa setelah pekerjaan telah terjadi perubahan luas bandara, karena dari rancangan sebelumnya, menjadi 1.150 X 23 meter, karena disesuaikan dengan Anggaran Pemda Kabupaten.
Namun menurut kesaksian Trijoko, yang menjadi persoalan adalah pengerjaan landasan tersebut, semestinya berurutan supaya hasil akhirnya maksimal dan sesuai standar, kecuali untuk kontraktor besar yang telah sering mengerjakan proyek ini.
Ia mengungkapkan, pekerjaan yang bisa dikerjakan tanpa urutan hanyalah pada pekerjaan drainase/saluran air.
Sementara itu Kuasa Hukum Soenarko, Septinus Hermatang saat di persidangan menyatakan bahwa pekerjaan bandara Moa yang mulai beroperasi sejak 4 Juni 2015 lalu, adalah proyek nekad Bupati MBD, Barnabas Orno karena kebutuhan yang mendesak.
Selain itu juga Hermatang mengungkapkan bahwa Bandara Moa sudah bukan lagi milik asset Pemda MBD, tetapi sudah diserahkan ke Kementerian Perhubungan. (NK)
Dari telusuran Berita Maluku online, sumber di Kejati Maluku, Jumat (3/11/2017) mengungkapkan, bahwa kasus ini mulai terkuak setelah dari hasil audit BPKP Maluku merilis adanya Mark Up anggaran yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,9 Milyar.
Selain itu, terdapat juga anomali harga, dimana harga bahan dan pekerjaan di tahun 2012 lebih tinggi dari harga di tahun 2013. Berdasarkan bukti inilah maka muncul dugaan kuat adanya penggelembungan anggaran untuk proyek ini.
Kasus dugaan korupsi dana proyek konstruksi Runway Bandara Moa tahun anggaran 2012 ini senilai Rp19,5 Milyar, dengan anggaran bersumber dari APBD Kabupaten MBD.
Sebelumnya, sidang korupsi landasan pacu bandara Moa berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon pada Rabu (1/11/2017) lalu dipimpin oleh Hakim Ketua, Susilo dan didampingi oleh Hakim Anggota, RA Didiek Ismiatun dan Heri Leliantono, menghadirkan saksi dari konsultan perencana desain proyek Runway Bandara Moa, Trijoko dari PT. Tridaya Pamurtia yang memenangkan tender sebagai konsultan perencana di tahun 2008 tersebut.
Dalam kesaksiannya, Trijoko menyatakan bahwa tidak masalah jika terjadi perubahan desain rancangannya saat pelaksaan pekerjaan di lapangan, pasalnya tugasnya hanya sebatas pembuat rancangan sehingga kalau ada perubahan dirinya tidak harus diberitahukan.
“Masalah pengerjaan rancangan dan pelaksanaan pekerjaan kan sendiri-sendiri, perubahan rancangan itu masalah tukangnya,” cetus Trijoko.
Seperti diketahui, pemenang tender pengerjaan landasan pacu Bandara Moa di Tiakur adalah PT. Bina Prima Taruna milik Soenarko. Dari keterangan saksi juga diketahui bahwa setelah pekerjaan telah terjadi perubahan luas bandara, karena dari rancangan sebelumnya, menjadi 1.150 X 23 meter, karena disesuaikan dengan Anggaran Pemda Kabupaten.
Namun menurut kesaksian Trijoko, yang menjadi persoalan adalah pengerjaan landasan tersebut, semestinya berurutan supaya hasil akhirnya maksimal dan sesuai standar, kecuali untuk kontraktor besar yang telah sering mengerjakan proyek ini.
Ia mengungkapkan, pekerjaan yang bisa dikerjakan tanpa urutan hanyalah pada pekerjaan drainase/saluran air.
Sementara itu Kuasa Hukum Soenarko, Septinus Hermatang saat di persidangan menyatakan bahwa pekerjaan bandara Moa yang mulai beroperasi sejak 4 Juni 2015 lalu, adalah proyek nekad Bupati MBD, Barnabas Orno karena kebutuhan yang mendesak.
Selain itu juga Hermatang mengungkapkan bahwa Bandara Moa sudah bukan lagi milik asset Pemda MBD, tetapi sudah diserahkan ke Kementerian Perhubungan. (NK)
from Berita Maluku Online Sinyalir Ada Mark-Up Anggaran Bandara Moa, Saksi Sesalkan Pekerjaan Amburadul - Berita Harian Teratas