AMBON - BERITA MALUKU. Para pendukung Calon DPR RI, Safitri Malik Soulissa, Calon DPD RI, Nono Sampono dan Calon DPRD Provinsi Maluku, Arny Soulissa nampaknya akan patah hati jika tetap ngotot untuk memenangkan dan memilih calon unggulan mereka tersebut.
Sebab, belakangan diduga beredar foto pertemuan antara ketiganya dengan sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa (Kades) yang diduga dimotori oleh Bupati Buru Selatan (Bursel) yang juga suami Safitri dan kakak kandung dari Arny, yaitu Tagop Sudarsono Soulissa.
Pertemuan yang dilakukan di kediaman Tagop di Ambon itu diduga sengaja dilakukan guna mengintimidasi dan mengarahkan para ASN yang terdiri dari para Camat, Penjabat Kepala Desa dan Kades itu guna memenangkan Safitri, Nono dan Arny dalam Pemilihan Legislatif tanggal 17 April 2019 mendatang.
Padahal, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) secara tegas telah melarang untuk tidak melibatkan ASN maupun Kades dalam politik praktis. Dimana, pada pasal 493 jo 280 ayat 2 huruf f, h dan J UU No¬mor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara jelas menegaskan bahwa “Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Salah satu sumber media ini yang turut mengikuti pertemuan tersebut tak membantah jika mereka diharuskan oleh Tagop untuk mengikuti pertemuan itu.
“Kami memang diharuskan oleh Pa Bupati untuk mengikuti pertemuan itu. Dimana, kami diarahkan untuk memenangkan Ibu Bupati (Safitri), Adik Bupati (Ibu Arny) dan Pa Nono,” kata sumber itu kepada wartawan, Senin (08/04/219).
Kendati tak setuju dengan tindakan pelanggaran pemilu yang dimotori oleh Tagop tersebut, namun ia tetap menghadirinya supaya bisa mengetahui apa maksud sesungguhnya dari pertemuan itu.
“Ya karena Bupati yang suruh jadi kami ikut dan ternyata benar kami diarahkan untuk memenangkan Ibu Bupati, Ibu Arny dan Pa Nono sesuai dugaan kami sebelumnya,” ungkapnya.
Soal kapan, pertemuan itu dilakukan, sumber ini tak mau membeberkannya. Ia hanya sesumbar bahwa jika Tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Maluku menindak lanjuti kasus ini sesuai aturan yang berlaku, maka semuanya akan menjadi terang menderang bagi seluruh rakyat Maluku.
“Foto-foto tersebut bisa jadi bukti awal bagi Gakumdu Maluku untuk ditindaklanjuti. Ini fakta, pertemuan itu benar-benar dilakukan di rumahnya Pa Bupati. Jadi, kalau pihak-pihak yang ada di foto itu diperiksa, pasti akan menjadi terang menderang bagi kita semua,” tuturnya.
Sementara itu, salah satu sumber lainnya, mengaku telah mengetahui kisi-kisi akan adanya pertemuan yang melanggar Undang-Undang Pemilu tersebut sehingga ia memilih untuk tidak menghadirinya.
“Ya, memang kami diharuskan oleh Pa Bupati untuk mengikuti pertemuan dengan Ibu Bupati, Ibu Arny dan Pa Nono di kediaman Pa Bupati di Ambon. Tetapi, kami takut jangan sampai kena Pidana Pemilu, jadi kami memilih untuk tidak mengikutinya,” ungkap Kades yang enggan namanya dipublikasi ini.
Namun, tambah Kades ini, setelah dirinya melakukan pengecekan ke sejumlah Kades maupun Penjabat Kades, ternyata benar pertemuan itu dirancang untuk menggiring para ASN, Penjabat Kepala Desa dan Kades untuk memenangkan Safitri, Arny dan Nono di wilayah pemerintahan mereka masing-masing.
“Ternyata benar pertemuan itu dilakukan untuk menugaskan kami para Kades, Penjabat Kepala Desa dan Camat untuk memenangkan Ibu Safitri, Ibu Arny dan Pa Nono di wilayah kami masing-masing,” ucapnya.
Kendati mengetahui penugasan itu diwajibkan pula oleh Tagop kepada pihaknya, namun dirinya mengaku tak akan konyol untuk terjun langsung mengotori pesta demokrasi di Kabupaten Bursel, khususnya di desa yang ia pimpin hanya untuk memenangkan ketiganya, sebab pihaknya sudah trauma dengan pidana penjara yang dialami oleh tujuh orang warga Desa Elfule, Kecamatan Namrole, Kabupaten Bursel saat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku tanggal 27 Juli 2018 lalu.
“Kami tidak mau konyol dan masuk penjara seperti tujuh orang warga Desa Elfule yang harus masuk penjara tiga tahun untuk orang lain punya kepentingan. Jadi, kami tertib sesuai larangan Undang-Undang saja, sebab sebagai Kepala Desa, kami memang harus jadi panutan dalam mentaati Undang-Undang yang berlaku dan bukan melanggarnya. Ia kan?,” tuturnya.
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon, menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada tujuh terdakwa tindak pidana pemilu gubernur dan wakil gubernur Maluku. Para pelaku terbukti bersalah melakukan pelanggaran di Elfule, Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan.
"Menyatakan para terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 178 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan dihukum penjara selama tiga tahun," kata Ketua Majelis Hakim PN Ambon, Syamsudin La Hasan didampingi Philip Panggalila dan Jimmy Wally selaku hakim anggota, Jumat (10/8/2018).
Hakim juga menghukum para terdakwa yang terdiri dari ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS III Elfule bersama lima anggotanya. Kemudian ditambah seorang saksi paslon kepala daerah nomor urut dua membayar denda Rp36 juta subsider dua bulan kurungan.
Menurut Syamsudin, terdakwa Nuvian Maatelu, Hasnah Sely, Ismail Tuara, Dahri Durulela, dan Ramly Sikarlatu, Hasinah Sikarlatu, serta Hamja Soulisa, dijatuhi hukuman karena selaku penyelenggara pemilu telah melakukan kecurangan.
Sementara itu, hingga berita ini dipublikasi, baik Safitri, Arny, Nono dan Tagop belum berhasil dikonfirmasi terkait dengan pertemuan tersebut. (*az)
Sebab, belakangan diduga beredar foto pertemuan antara ketiganya dengan sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa (Kades) yang diduga dimotori oleh Bupati Buru Selatan (Bursel) yang juga suami Safitri dan kakak kandung dari Arny, yaitu Tagop Sudarsono Soulissa.
Pertemuan yang dilakukan di kediaman Tagop di Ambon itu diduga sengaja dilakukan guna mengintimidasi dan mengarahkan para ASN yang terdiri dari para Camat, Penjabat Kepala Desa dan Kades itu guna memenangkan Safitri, Nono dan Arny dalam Pemilihan Legislatif tanggal 17 April 2019 mendatang.
Padahal, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) secara tegas telah melarang untuk tidak melibatkan ASN maupun Kades dalam politik praktis. Dimana, pada pasal 493 jo 280 ayat 2 huruf f, h dan J UU No¬mor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara jelas menegaskan bahwa “Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Salah satu sumber media ini yang turut mengikuti pertemuan tersebut tak membantah jika mereka diharuskan oleh Tagop untuk mengikuti pertemuan itu.
“Kami memang diharuskan oleh Pa Bupati untuk mengikuti pertemuan itu. Dimana, kami diarahkan untuk memenangkan Ibu Bupati (Safitri), Adik Bupati (Ibu Arny) dan Pa Nono,” kata sumber itu kepada wartawan, Senin (08/04/219).
Kendati tak setuju dengan tindakan pelanggaran pemilu yang dimotori oleh Tagop tersebut, namun ia tetap menghadirinya supaya bisa mengetahui apa maksud sesungguhnya dari pertemuan itu.
“Ya karena Bupati yang suruh jadi kami ikut dan ternyata benar kami diarahkan untuk memenangkan Ibu Bupati, Ibu Arny dan Pa Nono sesuai dugaan kami sebelumnya,” ungkapnya.
Soal kapan, pertemuan itu dilakukan, sumber ini tak mau membeberkannya. Ia hanya sesumbar bahwa jika Tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Maluku menindak lanjuti kasus ini sesuai aturan yang berlaku, maka semuanya akan menjadi terang menderang bagi seluruh rakyat Maluku.
“Foto-foto tersebut bisa jadi bukti awal bagi Gakumdu Maluku untuk ditindaklanjuti. Ini fakta, pertemuan itu benar-benar dilakukan di rumahnya Pa Bupati. Jadi, kalau pihak-pihak yang ada di foto itu diperiksa, pasti akan menjadi terang menderang bagi kita semua,” tuturnya.
Sementara itu, salah satu sumber lainnya, mengaku telah mengetahui kisi-kisi akan adanya pertemuan yang melanggar Undang-Undang Pemilu tersebut sehingga ia memilih untuk tidak menghadirinya.
“Ya, memang kami diharuskan oleh Pa Bupati untuk mengikuti pertemuan dengan Ibu Bupati, Ibu Arny dan Pa Nono di kediaman Pa Bupati di Ambon. Tetapi, kami takut jangan sampai kena Pidana Pemilu, jadi kami memilih untuk tidak mengikutinya,” ungkap Kades yang enggan namanya dipublikasi ini.
Namun, tambah Kades ini, setelah dirinya melakukan pengecekan ke sejumlah Kades maupun Penjabat Kades, ternyata benar pertemuan itu dirancang untuk menggiring para ASN, Penjabat Kepala Desa dan Kades untuk memenangkan Safitri, Arny dan Nono di wilayah pemerintahan mereka masing-masing.
“Ternyata benar pertemuan itu dilakukan untuk menugaskan kami para Kades, Penjabat Kepala Desa dan Camat untuk memenangkan Ibu Safitri, Ibu Arny dan Pa Nono di wilayah kami masing-masing,” ucapnya.
Kendati mengetahui penugasan itu diwajibkan pula oleh Tagop kepada pihaknya, namun dirinya mengaku tak akan konyol untuk terjun langsung mengotori pesta demokrasi di Kabupaten Bursel, khususnya di desa yang ia pimpin hanya untuk memenangkan ketiganya, sebab pihaknya sudah trauma dengan pidana penjara yang dialami oleh tujuh orang warga Desa Elfule, Kecamatan Namrole, Kabupaten Bursel saat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku tanggal 27 Juli 2018 lalu.
“Kami tidak mau konyol dan masuk penjara seperti tujuh orang warga Desa Elfule yang harus masuk penjara tiga tahun untuk orang lain punya kepentingan. Jadi, kami tertib sesuai larangan Undang-Undang saja, sebab sebagai Kepala Desa, kami memang harus jadi panutan dalam mentaati Undang-Undang yang berlaku dan bukan melanggarnya. Ia kan?,” tuturnya.
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon, menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada tujuh terdakwa tindak pidana pemilu gubernur dan wakil gubernur Maluku. Para pelaku terbukti bersalah melakukan pelanggaran di Elfule, Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan.
"Menyatakan para terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 178 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan dihukum penjara selama tiga tahun," kata Ketua Majelis Hakim PN Ambon, Syamsudin La Hasan didampingi Philip Panggalila dan Jimmy Wally selaku hakim anggota, Jumat (10/8/2018).
Hakim juga menghukum para terdakwa yang terdiri dari ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS III Elfule bersama lima anggotanya. Kemudian ditambah seorang saksi paslon kepala daerah nomor urut dua membayar denda Rp36 juta subsider dua bulan kurungan.
Menurut Syamsudin, terdakwa Nuvian Maatelu, Hasnah Sely, Ismail Tuara, Dahri Durulela, dan Ramly Sikarlatu, Hasinah Sikarlatu, serta Hamja Soulisa, dijatuhi hukuman karena selaku penyelenggara pemilu telah melakukan kecurangan.
Sementara itu, hingga berita ini dipublikasi, baik Safitri, Arny, Nono dan Tagop belum berhasil dikonfirmasi terkait dengan pertemuan tersebut. (*az)
from Berita Maluku Online Diduga Libatkan ASN dan Kades, Safitri, Nono, Arny dan Tagop Harus Dijerat Pidana Pemilu - Berita Harian Teratas