AMBON - BERITA MALUKU. Pemerintah Daerah Maluku dinilai tidak aktif dalam memperjuangkan kuota bahan bakar minyak (BBM) di Maluku.
Hal ini disampaikan M Lobo Balia, Komite BPH Migas kepada awak media usai mengikuti sosilasasi Kuota BBM dan monitoring penyaluran BBM, yang berlangsung di Santika hotel, Selasa (10/12/2019).
Menurutnya, yang mengatur kuota merupakan kewenangan daerah, baik itu mobil maupun kapal. Untuk itu, seharusnya dari awal Pemda baik itu Pemprov maupun kabupaten/kota menyampaikan terkait kebutuhan kuota BBM.
"Yang mengatur kuota itu kan daerah, baik itu untuk mobil, kapal, biasanya kita surati dari awal agar pemda kabupaten/kota ini aktif menyampaikan kepada kita kebutuhan kuota BBM berapa, solar subsidi," ujarnya.
Dirinya mengakui, selama ini Gubernur maupun Bupati/Walikota dari daerah lain datang untuk memperjuangkan kuota BBM daerahnya, namun di Maluku jarang.
Untuk itu, dirinya berharap adanya peran aktif dari daerah terkait hal ini.
Menindaklanjuti apa yang disampaikan Lobo, Anggota Komisi VII DPR RI Dapil Maluku, Mercy Barends dengan tegas menyampaikan akan mendorong penambahan kuota BBM untuk Maluku.
"Kita akan dorong di tahun 2020 stock kuota BBM kita tingkatkan lagi, karena kebutuhan masyarakat, khususnya di sektor perikanan, dan lain-alin menjadi kebutuhan di Maluku," tandasnya.
Dirinya mengakui, semenjak menjadi wakil rakyat di Senayan, ada berbagai yang sudah diperjuangkan. Hal ini dibuktikan, dari belasan SPBU sekarang menjadi 21, 53 SPBU Kompak, 6 SPBU nelayan, kemudian penyalur BBM satu harga.
"Walaupun demikian untuk SPBU Nelayan saya menganggap masih kecil, karena dibandingkan rasio nelayan sangat tidak berimbang. Untuk BBM satu harga tadinya tidak ada sama sekali ini, tetapi hari ini sudah ada enam titik di wilayah-wilayah sangat sulit, jadi ada di Aru, KKT, Seram, MBD, semua tempat," tuturnya.
Begitu juga dengan ketersediaan BBM satu harga dititik rawan kelangkaan BBM, yang sementara ini terus diupayakan.
Walaupun demikian, diakuinya masih ada persoalan mendasar yang perlu ditindaklanjuti, yaitu persoalan yang berkaitan dengan harga, dimana jika distribusi penempatan agen-agen penyalur BBM ini tidak didistribusi secara merata, maka akan berimplikasi langsung terhadap harga.
"Jadi semakin masyarakat sulit mendapatkan BBM, semakin harga lebih mudah dimaikan oleh para spekulan BBM. Ini yang kita dorong memotong mata rantai spekulan BBM di wilayah-wilayah 3T yang sulit," ucapnya.
"Kalau dari sisi aksebilitas bisa jamin, harga bisa kendalikan karena sudah menyebarkan berbagai titik penyaluran agen BBM, maka saya kira apa yang menjadi persoalan masyarakat, terkait kelangkaan BBM dan seterusnya tidak menjadi persoalan di kemudian hari," sambungnya.
Hal lainnya, yaitu akses terhadap premium dan pertalite.
Jelasnya, di premium karena menggunakan rom 88, kadar otam ini rendah sekali, sedangkan dibutuhkan BBM dengan kadar otam yang tinggi, supaya lingkungan tetap terjamin, tidak terjadi polusi yang mengganggu masyarakat.
"Hari ini di Indonesia tidak lagi menggunakan ro 88 (premium), kalaupun ada kecil sekali. Di Indonesia timur, karena belum terjadi konvensi ke gas, jadi hari ini masih ada premium dan minyak tanah, tetapi kedepan harus ada sebuah edukasi kepada masyarakat di bidang energi bahwa kita harus juga menjaga lingkungan kita," tukasnya.
Dirinya meminta pengertian dari masyarakat maupun pengelola SPBU, agar premium digunakan dan diberi kepada masyarakat kecil.
"Aparatur negara, swasta mobil pribadi seharusnya membeli pertalite, biarlah premium yang kuota terbatas ini diserahkan kepada masyarakat kecil," pintanya.
Hal ini disampaikan M Lobo Balia, Komite BPH Migas kepada awak media usai mengikuti sosilasasi Kuota BBM dan monitoring penyaluran BBM, yang berlangsung di Santika hotel, Selasa (10/12/2019).
Menurutnya, yang mengatur kuota merupakan kewenangan daerah, baik itu mobil maupun kapal. Untuk itu, seharusnya dari awal Pemda baik itu Pemprov maupun kabupaten/kota menyampaikan terkait kebutuhan kuota BBM.
"Yang mengatur kuota itu kan daerah, baik itu untuk mobil, kapal, biasanya kita surati dari awal agar pemda kabupaten/kota ini aktif menyampaikan kepada kita kebutuhan kuota BBM berapa, solar subsidi," ujarnya.
Dirinya mengakui, selama ini Gubernur maupun Bupati/Walikota dari daerah lain datang untuk memperjuangkan kuota BBM daerahnya, namun di Maluku jarang.
Untuk itu, dirinya berharap adanya peran aktif dari daerah terkait hal ini.
Menindaklanjuti apa yang disampaikan Lobo, Anggota Komisi VII DPR RI Dapil Maluku, Mercy Barends dengan tegas menyampaikan akan mendorong penambahan kuota BBM untuk Maluku.
"Kita akan dorong di tahun 2020 stock kuota BBM kita tingkatkan lagi, karena kebutuhan masyarakat, khususnya di sektor perikanan, dan lain-alin menjadi kebutuhan di Maluku," tandasnya.
Dirinya mengakui, semenjak menjadi wakil rakyat di Senayan, ada berbagai yang sudah diperjuangkan. Hal ini dibuktikan, dari belasan SPBU sekarang menjadi 21, 53 SPBU Kompak, 6 SPBU nelayan, kemudian penyalur BBM satu harga.
"Walaupun demikian untuk SPBU Nelayan saya menganggap masih kecil, karena dibandingkan rasio nelayan sangat tidak berimbang. Untuk BBM satu harga tadinya tidak ada sama sekali ini, tetapi hari ini sudah ada enam titik di wilayah-wilayah sangat sulit, jadi ada di Aru, KKT, Seram, MBD, semua tempat," tuturnya.
Begitu juga dengan ketersediaan BBM satu harga dititik rawan kelangkaan BBM, yang sementara ini terus diupayakan.
Walaupun demikian, diakuinya masih ada persoalan mendasar yang perlu ditindaklanjuti, yaitu persoalan yang berkaitan dengan harga, dimana jika distribusi penempatan agen-agen penyalur BBM ini tidak didistribusi secara merata, maka akan berimplikasi langsung terhadap harga.
"Jadi semakin masyarakat sulit mendapatkan BBM, semakin harga lebih mudah dimaikan oleh para spekulan BBM. Ini yang kita dorong memotong mata rantai spekulan BBM di wilayah-wilayah 3T yang sulit," ucapnya.
"Kalau dari sisi aksebilitas bisa jamin, harga bisa kendalikan karena sudah menyebarkan berbagai titik penyaluran agen BBM, maka saya kira apa yang menjadi persoalan masyarakat, terkait kelangkaan BBM dan seterusnya tidak menjadi persoalan di kemudian hari," sambungnya.
Hal lainnya, yaitu akses terhadap premium dan pertalite.
Jelasnya, di premium karena menggunakan rom 88, kadar otam ini rendah sekali, sedangkan dibutuhkan BBM dengan kadar otam yang tinggi, supaya lingkungan tetap terjamin, tidak terjadi polusi yang mengganggu masyarakat.
"Hari ini di Indonesia tidak lagi menggunakan ro 88 (premium), kalaupun ada kecil sekali. Di Indonesia timur, karena belum terjadi konvensi ke gas, jadi hari ini masih ada premium dan minyak tanah, tetapi kedepan harus ada sebuah edukasi kepada masyarakat di bidang energi bahwa kita harus juga menjaga lingkungan kita," tukasnya.
Dirinya meminta pengertian dari masyarakat maupun pengelola SPBU, agar premium digunakan dan diberi kepada masyarakat kecil.
"Aparatur negara, swasta mobil pribadi seharusnya membeli pertalite, biarlah premium yang kuota terbatas ini diserahkan kepada masyarakat kecil," pintanya.
from Berita Maluku Online Pemda di Maluku Kurang Aktif Usulkan Kuota BBM, Barends Janji Akan Perjuangkan - Berita Harian Teratas