AMBON - BERITA MALUKU. Dari hasil pengawasan tahap I yang dilakukan Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, ke beberap daerah, yaitu Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar, Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara, menemukan berbagai permasalahan baik dari hasil tinjauan lapangan maupun masukan dari berbagai pihak, termasuk guru-guru SMA/SMK-sederajat.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapry, mengatakan masukan yang disampaikan guru-guru terkait dengan pengalihan guru SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi, yang sudah berjalan tiga tahun ini dinilai bukan semakin baik tetapi semakin buruk.
"Kita jumpa dengan guru-guru, stackholder pendidikan, mereka mengatakan sebelumnya ditangani kabupaten/kota pelayanannya maksimal, kesejahteraan guru diperhatikan betul, tetapi setelah dialihkan ke provinsi mereka katakan bukan semakin baik tetapi semakin buruk," ujar Atapary kepada awak media di ruang komisi IV DPRD Maluku, Kamis (05/03).
Menurutnya, keluhan yang disampaikan guru-guru SMA/SMK, dikarenakan untuk mengurus administrasi kenaikan pangkat ke Dinas Pendidikan Maluku harus mengeluarkan Rp3-5 juta untuk ke Ambon,
"Yang sebelumnya ditangani kabupaten/kota kita mengrusi hanya Rp150 ribu, tetapi untuk mengurus itu bisa mengeluarkan uang 3-5 juta karena harus ke Ambon,sehingga kalaupun berkala itu sebenarnya tidak perlu secara manual mereka membawa berkas ke dinas bertumpuk-tumpuk, kasihan orang di Aru, MBD, KKT cukup merepotkan. Gaji guru sudah kecil baik itu honorer maupun kontrak, tetapi belum ada satu kebijakan sistim dibuat yang dipermudah, akhirnya kosentrasi mereka terbagi, mau mengajar atau mengurus administrasi. Ini yang kita mencoba membicarakan kendala-kendala, karena tiga tahun ini dinas belum membuat terobosan bagaimana bisa mensejahterakan guru, lalu membuat pendidikan semakin sederhana dan semakin mudah, sehingga minimal keluhan-keluhan dari guru bisa terselesaikan," tuturnya.
Untuk itu, kata Atapary perlu ada satu data base aplikasi yang dibuat oleh pemerintah povinsi dalam hal ini dinas pendidikan, sehingga bisa mengetahui dalam satu tahun ini ada berapa yang akan naik pangkat, sehingga langsung ditangani oleh dinas, tanpa harus guru tersebut datang ke Ambon untuk melakukan pengurusan secara manual.
"Aplikasi tersebut dibuat supaya bisa ketahuan guru A tahun ini sebenarnya sudah harus naik pangkat jadi dia tidak perlu urus administrasi, otomatis dilakukan oleh dinas misalnya. Tetapi perlu lagi ke Ambon," ucapnya.
Selain itu dikatakan, keluhan lainnya yaitu ada beberapa sekolah di MBD yang jumlah muridnya hanya tujuh siswa tetapi tidak ada guru.
Dari hal ini ia menilai, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku tidak serius untuk mengatasi persoalan pendidikan yang ada di bumi raja-raja ini.
"Ini tentu akan menghambat target Gubernur dan Wakil Gubernur untuk indeks pembangunan manusia setiap tahunnya mengalami kenaikan selama lima tahun tidak bisa terwujud," pungkasnya.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapry, mengatakan masukan yang disampaikan guru-guru terkait dengan pengalihan guru SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi, yang sudah berjalan tiga tahun ini dinilai bukan semakin baik tetapi semakin buruk.
"Kita jumpa dengan guru-guru, stackholder pendidikan, mereka mengatakan sebelumnya ditangani kabupaten/kota pelayanannya maksimal, kesejahteraan guru diperhatikan betul, tetapi setelah dialihkan ke provinsi mereka katakan bukan semakin baik tetapi semakin buruk," ujar Atapary kepada awak media di ruang komisi IV DPRD Maluku, Kamis (05/03).
Menurutnya, keluhan yang disampaikan guru-guru SMA/SMK, dikarenakan untuk mengurus administrasi kenaikan pangkat ke Dinas Pendidikan Maluku harus mengeluarkan Rp3-5 juta untuk ke Ambon,
"Yang sebelumnya ditangani kabupaten/kota kita mengrusi hanya Rp150 ribu, tetapi untuk mengurus itu bisa mengeluarkan uang 3-5 juta karena harus ke Ambon,sehingga kalaupun berkala itu sebenarnya tidak perlu secara manual mereka membawa berkas ke dinas bertumpuk-tumpuk, kasihan orang di Aru, MBD, KKT cukup merepotkan. Gaji guru sudah kecil baik itu honorer maupun kontrak, tetapi belum ada satu kebijakan sistim dibuat yang dipermudah, akhirnya kosentrasi mereka terbagi, mau mengajar atau mengurus administrasi. Ini yang kita mencoba membicarakan kendala-kendala, karena tiga tahun ini dinas belum membuat terobosan bagaimana bisa mensejahterakan guru, lalu membuat pendidikan semakin sederhana dan semakin mudah, sehingga minimal keluhan-keluhan dari guru bisa terselesaikan," tuturnya.
Untuk itu, kata Atapary perlu ada satu data base aplikasi yang dibuat oleh pemerintah povinsi dalam hal ini dinas pendidikan, sehingga bisa mengetahui dalam satu tahun ini ada berapa yang akan naik pangkat, sehingga langsung ditangani oleh dinas, tanpa harus guru tersebut datang ke Ambon untuk melakukan pengurusan secara manual.
"Aplikasi tersebut dibuat supaya bisa ketahuan guru A tahun ini sebenarnya sudah harus naik pangkat jadi dia tidak perlu urus administrasi, otomatis dilakukan oleh dinas misalnya. Tetapi perlu lagi ke Ambon," ucapnya.
Selain itu dikatakan, keluhan lainnya yaitu ada beberapa sekolah di MBD yang jumlah muridnya hanya tujuh siswa tetapi tidak ada guru.
Dari hal ini ia menilai, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku tidak serius untuk mengatasi persoalan pendidikan yang ada di bumi raja-raja ini.
"Ini tentu akan menghambat target Gubernur dan Wakil Gubernur untuk indeks pembangunan manusia setiap tahunnya mengalami kenaikan selama lima tahun tidak bisa terwujud," pungkasnya.
from Berita Maluku Online Pengalihan Guru SMA/SMK Ke Pemprov, Bukan Semakin Baik Tetapi Semakin Buruk - Berita Harian Teratas