BERITA MALUKU. Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat mendapat Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) atas produk Tenun Ikat Tanimbar.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM MTB Etty Werembinan di Saumlaki, Jumat (27/10/2017), mengatakan, Kemenkum HAM memberikan perlindungan Hak Indikasi Geografis atas Tenun Tanimbar dengan nomor pendaftaran ID G 0000000061 tanggal 11 Juli 2017, dan diserahkan melalui Lembaga Kebudayaan Daerah Kabupaten MTB di Saumlaki.
"Hak Kekayaan Intelektual yang dikeluarkan oleh Kemenkum HAM RI untuk tenun ikat Tanimbar adalah kategori indikasi geografis karena kepemilikannya bersifat komunal di mana kita tidak tahu siapa yang pertama memulai, milik siapa dan sifat komunal karena masyarakat di hampir seluruh wilayah Tanimbar membuatnya," katanya.
Ia mengungkapkan, pengajuan Tenun Ikat Tanimbar untuk memperoleh HKI itu telah dilakukan sejak dua tahun lalu, dan melalui proses yang panjang mulai dari penelitian berkas hingga survei yang dilakukan oleh Satf Kemenkum HAM di wilayah MTB.
"Ada pemeriksaan subtantif sebanyak dua kali untuk meneliti apakah benar tenun itu milik orang Tanimbar dan tidak diduplikasi dari daerah di sekitarnya, karena ada juga tenun yang dimiliki oleh daerah sekitar seperti di Kupang, Lombok, dan Flores," katanya.
Menurut Etty, usulan itu awalnya diinisiasi oleh pihaknya bekerja sama dengan Lembaga Kebudayaan Daerah (LKD), namun karena ada perubahan regulasi maka pemohonnya tidak bisa diajukan oleh Pemkab melainkan oleh LKD.
Sertifikat HKI itu melindungi warisan budaya serta melindungi pengrajin tenun Tanimbar dari adanya praktek duplikasi pihak lain atau dari orang yang ingin mencari keuntungan dari tenun Tanimbar dan berada di luar daerah Tanimbar.
Selain itu, juga merupakan tindaklanjut terhadap SK Mendikbud yang menetapkan tenun ikat Tanimbar/tais pepete sebagai salah satu warisan budaya Indonesia.
Perlindungan Hak Indikasi Geografis diberikan selama karakteristik khas dan kualitas yang menjadi dasar bagi perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada.
Selanjutnya, sertifikat dilampiri buku persyaratan yang memuat karakteristik, SOP, motif dan susunan LKD serta para pengrajin yang terdaftar dan berhak menggunakan lebel tenun Tanimbar.
"Memang bisa diperbaharui, karena saat itu kami tidak bisa mendata semua maka hanya ada 107 pengrajin yang terdaftar dan 47 motif. Tetapi bisa kita tambah nama-nama dengan cara merevisi buku prasyarat itu dengan menambahkan nama pengrajin serta motif yang belum terdaftar," kata Etty.
Dengan sertifikat HKI ini, Pemkab MTB berharap tidak adalagi praktik duplikasi Tenun Tanimbar maupun cara lain dari pihak-pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dengan memproduksi tenun Tanimbar tanpa seizin pemiliknya, sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM MTB Etty Werembinan di Saumlaki, Jumat (27/10/2017), mengatakan, Kemenkum HAM memberikan perlindungan Hak Indikasi Geografis atas Tenun Tanimbar dengan nomor pendaftaran ID G 0000000061 tanggal 11 Juli 2017, dan diserahkan melalui Lembaga Kebudayaan Daerah Kabupaten MTB di Saumlaki.
"Hak Kekayaan Intelektual yang dikeluarkan oleh Kemenkum HAM RI untuk tenun ikat Tanimbar adalah kategori indikasi geografis karena kepemilikannya bersifat komunal di mana kita tidak tahu siapa yang pertama memulai, milik siapa dan sifat komunal karena masyarakat di hampir seluruh wilayah Tanimbar membuatnya," katanya.
Ia mengungkapkan, pengajuan Tenun Ikat Tanimbar untuk memperoleh HKI itu telah dilakukan sejak dua tahun lalu, dan melalui proses yang panjang mulai dari penelitian berkas hingga survei yang dilakukan oleh Satf Kemenkum HAM di wilayah MTB.
"Ada pemeriksaan subtantif sebanyak dua kali untuk meneliti apakah benar tenun itu milik orang Tanimbar dan tidak diduplikasi dari daerah di sekitarnya, karena ada juga tenun yang dimiliki oleh daerah sekitar seperti di Kupang, Lombok, dan Flores," katanya.
Menurut Etty, usulan itu awalnya diinisiasi oleh pihaknya bekerja sama dengan Lembaga Kebudayaan Daerah (LKD), namun karena ada perubahan regulasi maka pemohonnya tidak bisa diajukan oleh Pemkab melainkan oleh LKD.
Sertifikat HKI itu melindungi warisan budaya serta melindungi pengrajin tenun Tanimbar dari adanya praktek duplikasi pihak lain atau dari orang yang ingin mencari keuntungan dari tenun Tanimbar dan berada di luar daerah Tanimbar.
Selain itu, juga merupakan tindaklanjut terhadap SK Mendikbud yang menetapkan tenun ikat Tanimbar/tais pepete sebagai salah satu warisan budaya Indonesia.
Perlindungan Hak Indikasi Geografis diberikan selama karakteristik khas dan kualitas yang menjadi dasar bagi perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada.
Selanjutnya, sertifikat dilampiri buku persyaratan yang memuat karakteristik, SOP, motif dan susunan LKD serta para pengrajin yang terdaftar dan berhak menggunakan lebel tenun Tanimbar.
"Memang bisa diperbaharui, karena saat itu kami tidak bisa mendata semua maka hanya ada 107 pengrajin yang terdaftar dan 47 motif. Tetapi bisa kita tambah nama-nama dengan cara merevisi buku prasyarat itu dengan menambahkan nama pengrajin serta motif yang belum terdaftar," kata Etty.
Dengan sertifikat HKI ini, Pemkab MTB berharap tidak adalagi praktik duplikasi Tenun Tanimbar maupun cara lain dari pihak-pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dengan memproduksi tenun Tanimbar tanpa seizin pemiliknya, sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
from Berita Maluku Online Pemkab MTB Dapat Sertifikat HKI Atas Produk Tenun Ikat Tanimbar - Berita Harian Teratas