BERITA MALUKU. Tety Sriyenti, guru SMP yang menjadi terdakwa pembuat ijazah palsu Suwardy alias Ahmad Irfansah Riyadi dituntut tiga tahun dan dua tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Kejati Maluku Senia Pentury dan Evi Hatu.
"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan kedua terdakwa bersalah melanggar pasal 362 KUH Pidana," kata JPU di Ambon, Senin (8/1/2018).
Tuntutan tersebut disampaikan jaksa dalam persidangan dipimpin ketua majeis hakim Pengadilan Negeri Ambon, Amaye Yambeyabdi didampingi Jimmy Wally dan Leo Sukarno sebagai anggota.
Terdakwa Tety yang merupakan guru bidang studi matematika pada SMP Negeri 16 Ambon dituntut tiga tahun penjara karena melanggar pasal 362 ayat (1) KUH Pidana, sedangkan Suwardi alias Ahmad Irfansah Riyadi melanggar pasal 362 ayat (2).
Dalam persidangan tersebut, penasihat hukum terdakwa Tety, Abdusyukur bersama Djidon Batmomolin selaku PH terdakwa Suwardi menyampaikan pembelaan secara lisan yang intinya meminta keringanan hukuman dari majelis hakim terkait tuntutan jaksa.
"Klien kami seorang guru bidang studi matematika yang sangat dibutuhkan di sekolahnya dan bersangkutan juga akan menjalani pemeriksaan kesehatan di luar daerah sehingga memohon majelis hakim dapat mempertimbangkan dan mengurangi masa hukuman yang dituntut jaksa," ujar Kaliki.
Sedangkan Djidon Batmomolin meminta kliennya dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya karena sudah berlaku sopan dan jujur dalam persidangan, mengakui perbuatannya, dan menjadi tulang punggung keluarga bagi istri dan seorang anak.
Majelis hakim menunda persidangan hingga Rabu, (10/1) dengan agenda pembacaan putusan hakim.
Terungkapnya kasus ijazah palsu ini ketika Ahmad Irfansyah Riyadi yang asli dalam sebuah acara reuni mendapati identitasnya sebagai seorang anggota Polri di Polda Maluku.
Setelah dilaporkan ke polisi baru diketahui kalau data identitas pribadinya diberikan oleh Napsiah, oknum guru SMP Negeri 16 bersama suaminya Taher yang berprofesi sebagai pekerja bengkel.
Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa Tety menuturkan kalau blanko ijazahnya disediakan oleh Napsiah yang merupakan isteri Taher.
Sedangkan dirinya hanya diminta Napsiah dan Taher untuk melayani Suwardi memasang pas photo dan stempel tiga jari pada lembaran ijazah palsu yang telah disediakan atas nama Ahmad Irfiansyah Riyadi, "Kami hanya menempelken foto milik terdakwa Suwardi ke blanko ijazah SD hingga SMA dan mememagang tangannya untuk cap tiga jari," akui Tety Sriyenti.
Menurut Tety, Taher adalah seorang pemilik bengkel yang memperkenalkan Suwardi kepada dirinya, sedangkan isteri Taher merupakan rekan gurunya di SMP Negeri 16 Waiheru Ambon yang mengajar bidang studi PPKN.
"Awalnya saya diberikan tiga blanko ijazah atas nama Ahmad Irfiansah Riyadi yang sudah tertera cap dan tanda tangan kepala sekolah serta daftar nilainya juga lengkap tetapi tidak diketahui siapa yang menulisnya," kata saksi.
Kemudian isteri Taher memberikan uang Rp500.000 dengan alasan untuk keperluan foto copy ijazah.
"Saya hanya ingin membantu rekan guru tersebut dengan menempelkan foto Suwardi serta mengarahkan tiga jarinya untuk dicap," ujarnya.
Sementara Suwardi alias Ahmad Irfansah Riyadi saat diperiksa sebagai terdakwa mengaku kalau dirinya telah empat kali mentransfer uang yang totalnya mencapai Rp265 juta kepada saksi Taher.
"Untuk penyetoran pertama sebesar Rp25 juta yang akan dipakai Taher dalam proses pembuatan ijazah SD-SMA dan transfer kedua senilai Rp30 juta untuk biaya administrasi," jelas Suwardi.
Ketika mengikuti proses seleksi calon bintara Polri di Polda Maluku, Taher kembali meminta uang senilai Rp170 juta sehingga ditransfer.
"Terakhir saya diminta memberikan uang Rp40 juta oleh Taher setelah dinyatakan lulus seleksi dan mengikuti pendidikan Secaba Polri," jelas Suwardi.
Meski pun Taher saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun penasihat hukum Tety Sriyeni, Abdusyukur dan Rizal Ely juga meminta majelis hakim menetapkan isteri Taher sebagai tersangka karena menyediakan blanko ijazah palsu.
"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan kedua terdakwa bersalah melanggar pasal 362 KUH Pidana," kata JPU di Ambon, Senin (8/1/2018).
Tuntutan tersebut disampaikan jaksa dalam persidangan dipimpin ketua majeis hakim Pengadilan Negeri Ambon, Amaye Yambeyabdi didampingi Jimmy Wally dan Leo Sukarno sebagai anggota.
Terdakwa Tety yang merupakan guru bidang studi matematika pada SMP Negeri 16 Ambon dituntut tiga tahun penjara karena melanggar pasal 362 ayat (1) KUH Pidana, sedangkan Suwardi alias Ahmad Irfansah Riyadi melanggar pasal 362 ayat (2).
Dalam persidangan tersebut, penasihat hukum terdakwa Tety, Abdusyukur bersama Djidon Batmomolin selaku PH terdakwa Suwardi menyampaikan pembelaan secara lisan yang intinya meminta keringanan hukuman dari majelis hakim terkait tuntutan jaksa.
"Klien kami seorang guru bidang studi matematika yang sangat dibutuhkan di sekolahnya dan bersangkutan juga akan menjalani pemeriksaan kesehatan di luar daerah sehingga memohon majelis hakim dapat mempertimbangkan dan mengurangi masa hukuman yang dituntut jaksa," ujar Kaliki.
Sedangkan Djidon Batmomolin meminta kliennya dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya karena sudah berlaku sopan dan jujur dalam persidangan, mengakui perbuatannya, dan menjadi tulang punggung keluarga bagi istri dan seorang anak.
Majelis hakim menunda persidangan hingga Rabu, (10/1) dengan agenda pembacaan putusan hakim.
Terungkapnya kasus ijazah palsu ini ketika Ahmad Irfansyah Riyadi yang asli dalam sebuah acara reuni mendapati identitasnya sebagai seorang anggota Polri di Polda Maluku.
Setelah dilaporkan ke polisi baru diketahui kalau data identitas pribadinya diberikan oleh Napsiah, oknum guru SMP Negeri 16 bersama suaminya Taher yang berprofesi sebagai pekerja bengkel.
Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa Tety menuturkan kalau blanko ijazahnya disediakan oleh Napsiah yang merupakan isteri Taher.
Sedangkan dirinya hanya diminta Napsiah dan Taher untuk melayani Suwardi memasang pas photo dan stempel tiga jari pada lembaran ijazah palsu yang telah disediakan atas nama Ahmad Irfiansyah Riyadi, "Kami hanya menempelken foto milik terdakwa Suwardi ke blanko ijazah SD hingga SMA dan mememagang tangannya untuk cap tiga jari," akui Tety Sriyenti.
Menurut Tety, Taher adalah seorang pemilik bengkel yang memperkenalkan Suwardi kepada dirinya, sedangkan isteri Taher merupakan rekan gurunya di SMP Negeri 16 Waiheru Ambon yang mengajar bidang studi PPKN.
"Awalnya saya diberikan tiga blanko ijazah atas nama Ahmad Irfiansah Riyadi yang sudah tertera cap dan tanda tangan kepala sekolah serta daftar nilainya juga lengkap tetapi tidak diketahui siapa yang menulisnya," kata saksi.
Kemudian isteri Taher memberikan uang Rp500.000 dengan alasan untuk keperluan foto copy ijazah.
"Saya hanya ingin membantu rekan guru tersebut dengan menempelkan foto Suwardi serta mengarahkan tiga jarinya untuk dicap," ujarnya.
Sementara Suwardi alias Ahmad Irfansah Riyadi saat diperiksa sebagai terdakwa mengaku kalau dirinya telah empat kali mentransfer uang yang totalnya mencapai Rp265 juta kepada saksi Taher.
"Untuk penyetoran pertama sebesar Rp25 juta yang akan dipakai Taher dalam proses pembuatan ijazah SD-SMA dan transfer kedua senilai Rp30 juta untuk biaya administrasi," jelas Suwardi.
Ketika mengikuti proses seleksi calon bintara Polri di Polda Maluku, Taher kembali meminta uang senilai Rp170 juta sehingga ditransfer.
"Terakhir saya diminta memberikan uang Rp40 juta oleh Taher setelah dinyatakan lulus seleksi dan mengikuti pendidikan Secaba Polri," jelas Suwardi.
Meski pun Taher saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun penasihat hukum Tety Sriyeni, Abdusyukur dan Rizal Ely juga meminta majelis hakim menetapkan isteri Taher sebagai tersangka karena menyediakan blanko ijazah palsu.
from Berita Maluku Online Dua Terdakwa Ijazah Palsu Dituntut Penjara Bervariasi - Berita Harian Teratas