Aziz Hentihu |
"Sejak awal saya sudah tidak nyaman, saya tidak tahu teman-teman komisi II, tetapi saya sudah mengusulkan ke Dinas Kehutanan, bila diminta diperpanjang izin-nya lagi, lebih baik tidak usah, dibebukan saja," ungkap Aziz kepada awak media di kantor DPRD Maluku, Karang Panjang, Ambon, Rabu (04/03).
Namun dari hasil rapat tanggal 3 Maret bersama CV SBM dan Dinas Kehutanan baru disepakati, aktifitas perusahaan terus dipantau sampai selesainya IPK, yang berakhir pada 5 Maret 2020.
"Mungkin Kamis besok kita cek lagi dan kewajiban lain. Kita sudah meminta kepada dinas kehutanan agar ini dipantau dan diawasi supaya bisa diselesaikan secepatnya," tuturnya.
Dikarenakan izin perkebunan pala CV SBM yang didapat dari Bupati SBT, Mukti keliobas, hanya dijadikan sebagai modus untuk mendapatkan IPK, guna melakukan ilegal loging.
"Jadi izin tahap satu dari 2018 - 2019, kemudian tahap dua 2019 - 2020 sama sekali tidak ada aktifitas perkebunan sebagaimana misi awal CV SBM," tandasnya.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan kembali ke Sabuai untuk meninjau dan memastikan apakah janji CV SBM sebagai yang disampaikan dalam rapat telah dilakukan atau tidak.
"Kita punya jadwal pengawasan ke SBT dan akan kembali kesana, untuk memastikan bahwa semmua kewajiban PT SBM sudah harus diselesaikan, termasuk penanaman pohon pala, dan pembayaran tunggakan gaji karyawan," terangnya.
Untuk diketahui, pada rapat yang berlangsung pada Selasa, 2 Maret, ada empat point yang menjadi tuntutan Komisi II kepada CV SBM agar secepatnya diselesaikan, yaitu pembayaran hak-hak masyarakat, penanaman pohon pala sesuai izin perkebunan yang dikeluarkan Bupati SBT, pembayaran tunggakan gaji karyawan serta penyelesaian pembebasan dua masyarakat adat Sabuai yang saat ini telah ditetapkan menjadi tersangka.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi II DPRD Maluku, Saudah T. Tethool, kepada awak di balieo rakyat Karang Panjang, Ambon.
Dijelaskan, terkait dua masyarakat adat ditetapkan tersangka, pihaknya sudah berkoodinasi dengan Kapolda untuk membebaskan kedua orang tersebut tanpa syarat.
"Kami ingin bapak Yongki juga bisa mencari solusi agar penyelesaian persoalan ini bisa diselesaikan," pintanya.
Kemudian untuk hak-hak masyarakat adat, karena menurutnya CV dalam pengoperasiannya sudah melewati batas-batas yang diberikan oleh desa. dan itu harus dibayarkan sebelum batas waktu izin CV SBM yang akan berakhir 5 Maret mendatang.
"Hak-hak yang dilanggar menunggu hasil dari ukuran titik koordinat oleh dinas kehutanan dan apakah itu benar atau tidak mereka melanggar batas-batas yang diberikan oleh desa. karena dari on the spot, terdapat mereka memberikan tiga lokasi namun di satu lokasi ada marga yang menyampaikan ada perluasan penebangan dari lokasi yang ditentukan," tuturnya.
Terakhit, kata wakil rakyat dari Dapil Tual, Malra, Aru ini, terakait dengan pembayaran gaji karyawan. dari laporan dari hasil on the spot, gaji karyawan yang belu dibayarkan selama 14-18 bulan.
Menyikapi apa yang disampaikan Komisi II DPRD Maluku, bos CV SBM, Imanuel Darusman alias Yongki, mengatakan untuk perkebunan, ia berjanji sampai tanggal 20-an sudah selesai dilakukan penanaman.
Sedangkan untuk gaji karyawan yang belum dibayarkan, menurutnya kalau sampai 18 bulan itu tidak benar. yang ada hanya 3 -4 bulan, dengan nilai mencapai Rp300 juta, dan itu akan diselesaikan secepatnya.
"Ya saya setuju untuk diselesaikan, tapi saya bisa selematkan kayu saya, saya penuhi kewajiban kepada daerah dan negara, saya juga penuhi kewajiban saya di karyawan," ucapnya.
Sedangkan, untuk permintaan penyelesaian kasus yang menjerat dua masyarakat adat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, dirinya tidak memberikan kepastian pasti.
"Untuk dua tersangka tidak ditahan tetapi wajib lapor, dari awal saya punya hati yang baik untuk melepaskan pada pertemuan di polsek werinama beserta Kapolres, tetapi dalam pertemuan itu ada titik terang,'ungkapnya.
Yang pasti, kata Yongki apa yang menjadi tuntutan DPRD akan diselesaikan secepatnya.
Sementara itu, Kadis Kehutanan Maluku, Sadli Ie yang dimintai keterangan terkait izin pemanfaatan kayu (IPK) yang diberikan kepada CV SBM, ia mengutarakan IPK yang dikeluarkan secara administratif berdasarkan adanya izin perkebunan yang dikeluarkan pemerintah kabupaten SBT.
"Izin ini dikeluarkan karena kebetulan lokasi yang diberikan untuk izin perkebunan berada pada areal penggunaan lain (APL) yang di dalamnya ditumbuhi pohon secara alami, sehingga ada pohon itu maka diberikan IPK untuk memback-up hak-hak negara yang terkait pada kayu, berupa provisi sumber daya hutan dan reboisasi," tuturnya.
Diunkapkan, IPK yang diberikan pada dua tahap, tahap pertaama sekitar 300 ribu dengan jumlah volume yang akan ditebang kurang lebih 24.700 meter kubik, dan pada tahap kedua kurang lebih 415 hektar dengan volume 35 ribu. sehingga total volume yang diberikan pada dua tahap ini kurang lebih 60 ribu.
Berdasarkan data terkodokumentasi pada dinas kehutanan terkait dengan realisasi produksi, kata Sadli sampai dengan saat ini baru 17 ribu, berarti hanya 28 persen target realisasi produksi yang diambil dengan tengang waktu 18 bulan.
terkait dengan sisa target yang ada, menurutnya berdasarkan peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor 02 tahun 2015 tentang IPK di pasal 32 diamanatkan bahwa bila masih terdapat sisa kayu maka IPK dapat diperpanjang untuk mengatur kayu-kayu sisa itu sebagai wujud imbang antara hak dan kewajiban, karena hak negara dibayar dan hak dia untuk mengangkut kayu.
from Berita Maluku Online Hentihu: Lebih Baik Dibekukan Izin CV SBM - Berita Harian Teratas