9 Pasangan Suami Istri Katolik Resmi Batalkan Pernikahannya, Berikut Syarat Pembatalan Penikahan di Katolik - Berita Harian Teratas

Pastor Amandus Rahadat, Pr (Dok:SAPA)

SAPA (TIMIKA) - Sebanyak 9 pasangan suami istri Katolik sudah resmi membatalkan pernikahannya di Tribunal atau Pengadilan Gereja di Keuskupan Agung Merauke.

Sementara pengajuan pembatalan nikah 20 pasangan masuk dalam daftar tunggu di Pengadilan Gereja Keuskupan Timika.

Hal ini diungkapkan Ketua Tribunal Keuskupan Timika, Pastor Amandus Rahadat, Pr saat ditemui Salam Papua di Gereja Katedral Tiga Raja Timika, Senin (21/6/2021).

Ia mengatakan, dalam keyakinan Katolik memang tidak ada perceraian seperti yang tertulis dalam Injil, yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.

Hanya saja sesuai fakta yang terjadi, ada pasangan yang setelah 5, 10 tahun menikah menjalani hidup bersama mereka ternyata mengalami badai dan memutuskan berpisah.

Sehingga Gereka Katolik memberi solusi dengan pembatalan pernikahan namun melalui proses penyelidikan alasan-alasan pasangan ini dulunya melakukan pernikahan.

Jika setelah diteliti pihak Pengadilan Gereja ditemukan pasangan tidak memenuhi tiga syarat pernikakan katolik yang sah maka bisa dilakukan pembatalan pernikahan.

“Di Pengadilan Sipil ada perceraian tapi di Katolik tidak mengenal perceraian. Sehingga Gereja Katolik mencari solusi dengan menggali alasan kenapa mereka menikah. Nah di gereja Katolik ada tiga hal membuat nikah itu sah. Kalau tidak terpenuhi tiga syarat ini maka pernikahan bisa dibatalkan, ini proses yang kami lewati dalam Tribunal Keuskupan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, syarat pertama dulu saat menikah mereka bebas dari 12 halangan.

Bisa jadi karena salah satu dari 12 halangan itu pastor tidak memeriksa dengan baik sehingga mereka lolos menikah tapi sebetulnya tidak sah.

“Syarat kedua mereka harus nikah di hadapan pastor, kalau dulu mereka nikah di depan petugas gereja lain otomatis tidak sah secara katolik,” ujar Amandus.

Ketiga konsensus atau kesepakatan yang membuat terjadinya pernikahan, namun ternyata kesepakatan itu cacat.

“Contohnya dulu dia bilang saya suka tapi dia berpura-pura karena misalnya hamil sudah terlanjur bergaul dekat sehingga mau tidak mau dia harus menikah. Atau dia terpaksa menikah karena ayahnya punya utang banyak pada laki-laki. Kalau mau menikahi laki-laki itu maka utang ayahnya dianggap lunas, perempuan terpaksa menikahi laki-laki itu demi menyelamatkan ayahnya,” terangnya.

Amandus mengatakan, jika dalam perjalanan rumah tangga normal-normal maka semuanya bisa baik-baik saja   namun jika bermasalah semuanya diperiksa kembali, dan jika ditemukan cacat konsensus atau cacat kesepakatan maka pernikahannya bisa batal.

“Ini proses yang terjadi di Pengadilan Gereja. Untuk Pengadilan Gereja di Keuskupan Timika saya yang menjadi ketua,” terangnya.

Amandus menyebutkan jika saat proses pembatalan nikah salah satu pihak mengatakan bahwa pernikahan mereka sah, maka naik banding di Keuskupan Agung Merauke. Kalau di Keuskupan Agung Merauke masih naik banding juga maka pasangan itu harus melanjutkan proses pembatalan pernikahan di Roma.

“Karena kita di Keuskupan Timika belum punya hakim saya sepakat dengan Keuskupan Agung Merauke. Uskup Agung bilang pastor sebagai hakim, pastor adakan hakim tunggal lalu hasilnya saya bawa ke Merauke. Di sana di sidang lagi mereka mengikuti alur yang saya lakukan kalau oke mereka mengeluarkan surat pembatalan nikah,” ujarnya.

Dikatakan sesudah Keuskupan Agung Merauke mengeluarkan surat pembatalan nikah, maka pasangan yang yang sudah resmi berpisah ini akan diumumkan di gereja tempat mereka dibaptis, gereja tempat mereka menikah dan gereja di wilayah mereka berdomisili.

“Setelah proses pembatalan nikah maka mereka bebas dan bisa menikah dengan orang lain,” terangnya.

Ia mengatakan, 9 pasangan yang sudah resmi berpisah melalui proses pembatalan pernikahan ini sebelumnya sudah lebih dari 10 tahun berpisah karena berbagai persoalan dalam rumah tangga.

“Jadi 9 pasangan ini umumnya sudah lebih dari 10 tahun berpisah baru mengajukan pembatalan nikah,” terangnya.

Menurutnya, meskipun bisa dilakukan pembatalan pernikahan dalam Gereja Katolik bukan berarti pasangan Katolik bisa gampang untuk membatalkan pernikahannya.

“Proses ini tidak gampang Pengadilan Gereja Katolik sangat teliti dalam menyelidiki tiga syarat ini. Kalau tiga syarat terpenuhi pernikahannya benar-benar sah, maka maaf kita kembali ke Firman Tuhan, apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia,” ujarnya.

Ia pun berpesan kepada semua pasangan Katolik untuk melibatkan Tuhan dalam rumah tangga. Jika menghadapi masalah bisa disampaikan ke Pastor Paroki untuk sama-sama mencari solusi, didoakan agar bisa menemukan jalan keluar yang baik. 

“Jangan tunggu masalahnya sudah menjadi sangat besar ibarat luka sudah bernanah tinggal tunggu amputasi baru datang, sudah ada masalah kecil datang di Pastor Paroki kita diskusikan doa bersama untuk mencari solusi yang terbaik,” pesannya.

Untuk diketahui, 12 halangan nikah yang menggagalkan sebagaimana dicantumkan dalam Kanon 1083-1094, Kitab Hukum Kanonik antara lain, pertama Kurangnya umur (Kanon 1083).

Syarat umur yang dituntut oleh kodeks 1983 adalah laki-laki berumur 16 tahun dan perempuan berumur 14 tahun dan bukan kematangan badaniah.

Kedua, Impotensi (Kanon 1084). Impotensi itu adalah halangan yang menggagalkan, demi hukum kodrati, dalam perkawinan.

Sebab impotensi itu mencegah suami dan istri mewujudkan kepenuhan persatuan hetero seksual dari seluruh hidup, badan dan jiwa yang menjadi ciri khas perkawinan. Yang membuat khas persatuan hidup suami istri adalah penyempurnaan hubungan itu lewat tindakan mengadakan hubungan seksual dalam cara yang wajar. 

Ketiga, ikatan perkawinan (Kanon 1085), yang dimaksudkan adalah ikatan perkawinan terdahulu menjadi halangan yang menggagalkan karena hukum ilahi.

Keempat, Disparitas cultus atau Halangan Beda Agama (Kanon 1086). Perkawinan antara dua orang yang di antaranya satu telah dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah.

Kelima, tahbisan suci (Kanon 1087), yaitu tidak sah lah perkawinan yang coba dilangsungkan oleh mereka yang telah menerima tahbisan suci.

Keenam, kaul kemurnian dalam suatu tarekat religius (Kanon 1088).

Kaul kekal kemurnian secara publik yang dilaksanakan dalam suatu tarekat religius dapat menggagalkan perkawinan yang mereka lakukan.

Ketujuh, penculikan dan penahanan (Kanon 1089) antara laki-laki dan perempuan yang diculik atau sekurang-kurangnya ditahan dengan maksud untuk dinikahi, tidak dapat ada perkawinan, kecuali bila kemudian setelah perempuan itu dipisahkan dari penculiknya serta berada di tempat yang aman dan merdeka, dengan kemauannya sendiri memilih perkawinan itu.

Bahkan jika perempuan sepakat menikah, perkawinan itu tetap tidak sah, bukan karena kesepakatannya tetapi karena keadaannya yakni diculik dan tidak dipisahkan dari si penculik atau ditahan bertentangan dengan kehendaknya.

Kedelapan, kejahatan (Kanon 1090), artinya tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang dengan maksud untuk menikahi orang tertentu melakukan pembunuhan terhadap pasangan orang itu atau terhadap pasangannya sendiri.

Kesembilan, persaudaraan (Kanon 1091), maksudnya alasan untuk halangan ini adalah bahwa perkawinan antara mereka yang berhubungan dalam tingkat ke satu garis lurus bertentangan dengan hukum kodrati. 

Hukum Gereja melarang perkawinan di tingkat lain dalam garis menyamping, sebab melakukan perkawinan di antara mereka yang mempunyai hubungan darah itu bertentangan dengan kebahagiaan sosial dan moral suami-isteri itu sendiri dan kesehatan fisik dan mental anak-anak mereka.

Kesepuluh, hubungan semenda (Kanon 1092), yaitu hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun. Kesemendaan adalah hubungan yang timbul akibat dari perkawinan sah entah hanya ratum atau ratum consummatum.

Kesemendaan yang timbul dari perkawinan sah antara dia orang tidak dibaptis akan menjadi halangan pada hukum Gereja bagi pihak yang mempunyai hubungan kesemendaan setelah pembaptisan dari salah satu atau kedua orang itu.

Menurut hukum Gereja hubungan kesemendaan muncul hanya antara suami dengan saudara-saaudari dari isteri dan antara isteri dengan saudara-saaudara suami. Saudarasaudara suami tidak mempunyai kesemendaan dengan saudarasaudara isteri dan sebaliknya.  

Kesebelas, kelayakan publik (Kanon 1093).

Halangan ini muncul dari perkawinan tidak sah yakni perkawinan yang dilaksanakan menurut tata peneguhan yang dituntut hukum, tetapi menjadi tidak sah karena alasan tertentu, misalnya cacat dalam tata peneguhan.

Halangan ini muncul juga dari konkubinat yang diketahui publik. Konkubinat adalah seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa perkawinan atau sekurang-kurangnya memiliki hubungan tetap untuk melakukan persetubuhan kendati tidak hidup bersama dalam satu rumah. 

Kedua belas, Adopsi pertalian hukum yang timbul lewat adopsi (Kanon 1094), yang artinya tidak dapat menikah satu sama lain dengan sah mereka yang mempunyai pertalian hukum yang timbul dari adopsi dalam garis lurus atau garis menyamping tingkat kedua. Menurut norma ini pihak yang mengadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak yang diadopsi, dan anak yang diadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak-anak yang dilahirkan dari orang tua yang mengadopsi dia. Alasannya karena adopsi mereka menjadi saudara-saudari se-keturunan. (YOSEFINA)



from SALAM PAPUA 9 Pasangan Suami Istri Katolik Resmi Batalkan Pernikahannya, Berikut Syarat Pembatalan Penikahan di Katolik - Berita Harian Teratas
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==