BERITA MALUKU. Di era teknologi canggih saat ini dan di usia Indonesia Merdeka ke-72 tahun, ternyata masih ada masyarakat di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) yang masih terisolir dari berbagai akses kemajuan yang dirasakan daerah saat ini. Bahkan kehidupan disana masih tampak memprihatinkan, karena masyarakat belum mendapatkan sentuhan pembangunan apapun.
Pantauan Berita Maluku Online, Senin (15/1/2018), masyarakat yang mendiami petuanan Dusun Walafaylu, Desa Wamkana, Kecamatan Namrole, Bursel saat ini dibiarkan terlantar dan hidup di hutan belantara.
Komunitas ini hidupnya tersebar di dalam hutan, seperti di salah satu petuanan Dusun Walafaylu, Desa Wamkana. Komunitas yang berada di dalam wilayah petuanan dusun ini hanya didiami sepuluh kepala keluarga (KK), namun sebagian masyarakat masih mendiami areal hutan di sejumlah wilayah tersebut.
Warga di sini belum memiliki agama formal yang diakui negara sehingga mereka dikaatgorikan sebagai masyarakat Masyarakat Komunutas Adat Terpencil (KAT).
Untuk diketahui, Dusun Walafau jauh dari Namrole, pusat ibukota Kabupaten Bursel. Jika masyarakat setempat ingin ke pusat kota membeli kebutuhan setiap hari, mereka harus menempuh jarak kurang lebih 20 kilo meter dari pemukimannya dengan berjalan kaki menelusuri hutan dan lembah hingga sampai di pusat ibukota kota.
Akses jalan menuju wilayah ini pernah dibuka namun hingga kini dibiarkan terbengkalai begitu saja, jalan pun belum diaspal dan masih berupa jalan tanah. Jika musim penghujan maka seluruh ruas jalan tergenang air dan menjadi becek dan ditimbuhi rumput dan semak. Sehingga keberadaan warga ini sungguh memprihatinkan dan jauh dari berbagai akses kemajuan yang saat ini dirasakan.
Masyarakat di dusun ini termasuk masyarakat yang dikucilkan. Untuk bahasa sehari-hari, mereka menggunakan bahasa lokal mayarakat pulau Buru, bukan bahasa Indonesia. Jika warga dari luar hendak mendatangi wilayah terpencil ini mereka selalu dipandu, dan bahkan untuk berkomunikasi pun dipakai penerjemah, bila tidak, mereka akan mengalami kesulitan berarti.
"Warga di sini masih ada yang belum punya agama formil yang diakui pemerintah. Dan mereka masih ada yang tinggal di dalam hutan," jelas Sony Nurlatu, Ketua Adat setempat di Dusun Walafau, Desa Wamkana.
Diakuinya, warga suku adat terpencil ini sama sekali belum memiliki agama dan tinggalnya pun terpencar di dalam hutan dan mereka belum mau hidup berkelompok.
Dia menyebut, rumah warga ini masih bersifat tradisonil dan menggunakan atap rumah dari kulit kayu ataupun atap daun sagu. Namun bila ada beberapa warga yang sudah tinggal berkelompok maka atap rumah mereka ada yang sudah menggunakan senk.
Ketua Adat Dusun Walafau ini menyebutkan bahwa, selain belum mengenal agama, masyarakat di wilayahnya juga belum mengenal pendidikan, dan sangat disayangkan sekali, karena apalagi sebut dia, pemerintah daerah sampai sekarang belum melirik warganya yang hidup di wilayah terisolir tersebut. (LE)
Pantauan Berita Maluku Online, Senin (15/1/2018), masyarakat yang mendiami petuanan Dusun Walafaylu, Desa Wamkana, Kecamatan Namrole, Bursel saat ini dibiarkan terlantar dan hidup di hutan belantara.
Komunitas ini hidupnya tersebar di dalam hutan, seperti di salah satu petuanan Dusun Walafaylu, Desa Wamkana. Komunitas yang berada di dalam wilayah petuanan dusun ini hanya didiami sepuluh kepala keluarga (KK), namun sebagian masyarakat masih mendiami areal hutan di sejumlah wilayah tersebut.
Warga di sini belum memiliki agama formal yang diakui negara sehingga mereka dikaatgorikan sebagai masyarakat Masyarakat Komunutas Adat Terpencil (KAT).
Untuk diketahui, Dusun Walafau jauh dari Namrole, pusat ibukota Kabupaten Bursel. Jika masyarakat setempat ingin ke pusat kota membeli kebutuhan setiap hari, mereka harus menempuh jarak kurang lebih 20 kilo meter dari pemukimannya dengan berjalan kaki menelusuri hutan dan lembah hingga sampai di pusat ibukota kota.
Akses jalan menuju wilayah ini pernah dibuka namun hingga kini dibiarkan terbengkalai begitu saja, jalan pun belum diaspal dan masih berupa jalan tanah. Jika musim penghujan maka seluruh ruas jalan tergenang air dan menjadi becek dan ditimbuhi rumput dan semak. Sehingga keberadaan warga ini sungguh memprihatinkan dan jauh dari berbagai akses kemajuan yang saat ini dirasakan.
Masyarakat di dusun ini termasuk masyarakat yang dikucilkan. Untuk bahasa sehari-hari, mereka menggunakan bahasa lokal mayarakat pulau Buru, bukan bahasa Indonesia. Jika warga dari luar hendak mendatangi wilayah terpencil ini mereka selalu dipandu, dan bahkan untuk berkomunikasi pun dipakai penerjemah, bila tidak, mereka akan mengalami kesulitan berarti.
"Warga di sini masih ada yang belum punya agama formil yang diakui pemerintah. Dan mereka masih ada yang tinggal di dalam hutan," jelas Sony Nurlatu, Ketua Adat setempat di Dusun Walafau, Desa Wamkana.
Diakuinya, warga suku adat terpencil ini sama sekali belum memiliki agama dan tinggalnya pun terpencar di dalam hutan dan mereka belum mau hidup berkelompok.
Dia menyebut, rumah warga ini masih bersifat tradisonil dan menggunakan atap rumah dari kulit kayu ataupun atap daun sagu. Namun bila ada beberapa warga yang sudah tinggal berkelompok maka atap rumah mereka ada yang sudah menggunakan senk.
Ketua Adat Dusun Walafau ini menyebutkan bahwa, selain belum mengenal agama, masyarakat di wilayahnya juga belum mengenal pendidikan, dan sangat disayangkan sekali, karena apalagi sebut dia, pemerintah daerah sampai sekarang belum melirik warganya yang hidup di wilayah terisolir tersebut. (LE)
from Berita Maluku Online Warga Dusun Walafaylu Bursel Masih Terisolir - Berita Harian Teratas